Monday, 3 March 2014

Kiev Siagakan Militer dan Tentara Cadangan

Ukraina menyiagakan penuh militer dan memanggil tentara cadangannya setelah Majelis Tinggi Rusia memenuhi permintaan Presiden Vladimir Putin untuk menambah pasukan di Semenanjung Crimea yang merupakan wilayah kedaulatan Ukraina. 

Perkembangan di sekitar Laut Hitam ini menimbulkan kekhawatiran besar kembali terbukanya konflik antara blok Barat dan blok Timur dalam skala lebih masif.

Presiden ad interim Ukraina Olexander Turchynov, Minggu (2/3/2014), mengatakan, pemerintahnya juga meningkatkan keamanan sampai ke posisi maksimal terhadap lokasi-lokasi kunci, termasuk reaktor-reaktor nuklir.

Di Washington, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama yang berbicara via telepon selama 90 menit dengan Putin mengatakan, Rusia melanggar hukum internasional jika mengirimkan pasukan ke wilayah kedaulatan Ukraina.

Mengutip Presiden Obama, sumber Gedung Putih mengatakan, Washington juga mengingatkan Moskwa bahwa mereka terikat perjanjian internasional di bawah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Perjanjian Keamanan dengan Ukraina yang disepakati pada 1997 tentang penempatan basis militer di Crimea.

Putin bersikeras, sikap Rusia itu terkait dengan kepentingan warga negaranya dan keselamatan etnis Rusia di Crimea. Rusia juga beralasan, pangkalan angkatan lautnya di Sevastopol juga perlu perlindungan ekstra.

Rusia punya hak

Dalam siaran pers Kedutaan Besar Rusia di Jakarta yang diterima Kompas kemarin dinyatakan, pembicaraan telepon antara Putin dan Obama diadakan atas prakarsa AS. Beberapa hal yang dibahas antara lain keprihatinan Obama terkait kemungkinan pemanfaatan Angkatan Bersenjata Rusia di Ukraina.

Kedubes Rusia menyatakan, Presiden Putin menitikberatkan adanya ancaman terhadap kehidupan dan kesehatan warga negara Rusia di Ukraina. 

Presiden Putin juga menggarisbawahi, jikalau kekerasan terus menyebar ke wilayah timur Ukraina, termasuk ke Crimea, Rusia tetap memiliki hak untuk melindungi kepentingannya sendiri dan kepentingan mereka yang berbahasa Rusia di Ukraina.

 
 
AP Orang-orang bersenjata tak dikenal mempersiapkan barak mereka di depan markas infanteri Ukraina di Privolnoye
 
Secara umum situasi Ukraina mengalami kemunduran besar pasca-tergulingnya Presiden Viktor Yanukovych yang pro Moskwa, akhir pekan lalu. Selain tekanan konstan dari Kremlin yang merasa kehilangan muka atas jatuhnya Kiev kepada kelompok pro Barat, desakan besar datang dari Semenanjung Crimea, wilayah yang mayoritas penduduknya beretnis Rusia. 


Dimulai dengan demonstrasi jalanan, krisis memuncak dengan didudukinya Bandara Simferopol dan Sevastopol oleh pasukan misterius. Hampir pasti, pasukan siluman itu militer Rusia.

Beberapa kota Ukraina di mana kelompok-kelompok etnis Rusia cukup dominan juga dilanda kerusuhan dalam berbagai skala. Di Donetsk, Kharkiv, dan Mariupol, kelompok pro Rusia turun ke jalanan dan coba menguasai gedung-gedung pemerintahan. Di Kharkiv, mereka bahkan bentrok dengan kelompok pro Kiev.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dalam pembicaraan telepon dengan Presiden Putin juga menekankan keprihatinan mendalam atas perkembangan Ukraina, khususnya Crimea. Ban Ki-moon mendesak Putin untuk segera berdialog dengan Kiev. ”Kepala dingin harus didahulukan,” ujar Sekjen PBB.

Paus Fransiskus kemarin menyerukan semua pihak di Ukraina untuk mengatasi ”ketidaksepahaman” dan mengimbau masyarakat internasional untuk mempromosikan dialog. 

”Saya meminta lagi kalian untuk berdoa bagi Ukraina yang mengalami situasi yang sulit,” kata Paus dalam berkat mingguan dari jendela Istana Apostolik Vatikan yang menghadap Lapangan Santo Petrus.

Di Beijing, Kementerian Luar Negeri China menyerukan semua pihak di Ukraina berdialog. ”Prinsip China selalu tidak ikut campur dalam urusan internal negara-negara lain, dan China menghormati kemerdekaan dan kedaulatan Ukraina serta keutuhan wilayahnya.”

Sumber : Kompas

No comments:

Post a Comment