Kelompok militan Hamas pada Selasa
kemarin menolak tawaran proposal yang diberikan oleh Pemerintah Mesir.
Menurut juru bicara senior kelompok Hamas, Osama Hamdan, pihaknya hanya
mendengar inisiatif gencatan senjata yang ditawarkan Mesir melalui
media.
Hamdan menambahkan, gencatan senjata tidak mungkin bisa dilakukan tanpa detail kesepakatan yang diketahui kedua pihak. Harian Washington Post,
edisi Selasa, 15 Juli 2014 melansir pernyataan pemimpin senior Hamas
lainnya, Sami Abu Zuhri, yang menyebut langkah gencatan senjata itu
sebagai jebakan.
"Kami memegang proposal yang diperoleh dari media sosial. Kami
menolak untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan cara seperti ini,"
ujar Zuhri.
Hamas bersikeras baru akan menyetujui gencatan senjata dengan
beberapa syarat dan bila Israel memenuhi beberapa tuntutan mereka.
Tuntutan itu termasuk, membuka kembali jalur perbatasan menuju Gaza
dengan Mesir dan membebaskan ratusan pejuang Hamas yang kini ditahan di
penjara Israel pada bulan lalu.
Keputusan Hamas menolak gencatan senjata seolah menjadi pembenaran
bagi Israel untuk kembali menyerang Gaza. Jumlah korban jiwa yang lebih
besar, diprediksi akan terus berjatuhan.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah memberikan
kewenangan militer untuk menggunakan kekuatan penuh terhadap kelompok
militan yang bersembunyi di Gaza. Dia juga bersumpah Hamas dan sekutunya
akan menderita karena menolak untuk menghentikan serangan roket mereka
ke Israel.
"Hamas memilih untuk meneruskan peperangan dan akan membayar harga
yang mahal untuk keputusan itu. Ketika tidak ada gencatan senjata, maka
jawaban kami, terus menyerang," ujar Netanyahu pada Selasa malam.
BBC edisi Selasa kemarin melansir, Kabinet Israel
sebelumnya menyetujui tawaran gencatan senjata yang diberikan Mesir.
Operasi perlindungan perbatasan pun sempat dihentikan selama enam jam.
Namun, serangan udara ke Gaza kembali dilakukan, karena kelompok
militan, ujar otoritas Israel, terus menembakkan puluhan roket ke
wilayah itu.
"Konflik ini akan menjadi lebih baik, jika diselesaikan melalui
jalur diplomatik. Itu yang kami coba dengan menerima proposal gencatan
senjata Mesir. Namun, Hamas sama sekali tidak memberi kami pilihan
kecuali terus memperluas dan mengintensifkan kampanye serangan udara,"
ujar Netanyahu.
Menurut Kementerian Pertahanan Israel, kelompok militan telah
menembakkan lebih dari 140 roket ke Israel pada Selasa. Sementara itu,
selama delapan hari operasi perbatasan dilakukan, tercatat sudah lebih
dari 1.100 roket ditembakkan dari Gaza menuju Israel.
Akibat serangan Hamas itu, untuk kali pertama, otoritas Israel
melaporkan terdapat satu warga mereka yang tewas. Seorang pria berusia
38 tahun terbunuh akibat terkena serangan mortar yang ditembakkan dari
Gaza.
Saat serangan itu terjadi, dia diketahui tengah mengantarkan
makanan kepada tentara Israel. Sementara itu, total tentara Israel yang
terluka mencapai 15 orang.
Minimnya jumlah korban di sisi Israel, salah satunya tulis Washington Post, karena adanya sistem pertahanan Iron Dome.
Sementara itu, data korban jiwa yang kontras berada di pihak
Palestina. Data dari Kementerian Kesehatan Gaza mencatat, selama delapan
hari operasi perbatasan Israel, sudah lebih dari 190 orang tewas.
Sebanyak 80 persen di antaranya adalah warga sipil.
Bahkan, ada indikasi, Israel akan melakukan serangan yang lebih
mematikan, karena mereka meminta warga yang tinggal di bagian utara Gaza
untuk meninggalkan tempat tinggalnya pada Selasa kemarin.
Nasib warga Palestina yang tengah berada di kamp pengungsian pun
tidak lebih baik. Data dari Badan PBB untuk penanggulangan pengungsi
bagi warga Palestina (UNRWA), menyebut, ratusan ribu warga Gaza, hidup
tanpa air selama serangan udara Israel dilakukan. Lebih dari 560 rumah
warga telah dihancurkan.
Sementara itu, sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat, justru
tidak banyak bertindak ketika gencatan senjata tidak disepakati. Juru
bicara Departemen Luar Negeri, Jen Psaki, mengatakan Israel memiliki hak
untuk mempertahankan diri mereka.
Namun, mereka menegaskan, tidak ada satu pihak pun yang menginginkan adanya perang terbuka di darat.
"Kami tetap berupaya untuk memfokuskan diri jika kedua pihak bisa kembali melakukan gencatan senjata," ujar Psaki.
Sementara itu, Gedung Putih seolah-olah menyalahkan Hamas atas
serangan yang kembali terjadi di Gaza. Juru bicara Josh Earnest,
mengatakan semua keputusan kini ada di tangan Hamas.
"Semua mata, kini tertuju pada Hamas dan kelompok lainnya di teritori Palestina yang menembakkan roket," ujar Earnest.
Sumber : Viva
No comments:
Post a Comment