Militer AS pekan ini mulai mengirim tim
khusus ke Irak untuk memantau kekerasan bersenjata antara pasukan
pemerintah setempat dengan kelompok militan ISIS. Tim khusus itu akan
memutuskan bagaimana AS akan membantu pemerintah AS mengatasi
pemberontakan di sana.
Juru bicara Departemen Pertahanan AS (Pentagon), Laksamana Muda John Kirby, seperti dikutip kantor berita Reuters, mengungkapkan bahwa 40 personel militer operasi khusus berada di Irak sejak Selasa waktu setempat. Mereka langsung di bawah koordinasi Kantor Kerjasama Keamanan di Kedutaan Besar AS di Baghdad.
Selain itu 90 personel lain juga sudah tiba untuk membantu pembentukan Pusat Operasi Bersama di Baghdad dengan pasukan Irak. Lima puluh personel lagi akan diterbangkan ke Irak dalam beberapa hari mendatang untuk membentuk empat tim pemantau tambahan, ungkap Kirby.
Militer AS juga rutin menerbangkan pesawat nirawak (drone) di langit Irak, sekitar 30 hingga 35 sorti per hari. Armada drone itu berguna memantau situasi di wilayah konflik dari langit untuk menunjang kerja tim khusus dari AS.
Pengerahan tim khusus ini untuk memenuhi permintaan pemerintah Irak, yang dalam beberapa pekan terakhir kewalahan menghadapi serangan militan ISIS, yang merupakan sempalan jaringan teroris al-Qaeda.
Pemerintah Irak khawatir bahwa aksi mereka bisa mengundang lagi perang saudara antara kelompok Sunni dan Syiah, yang merupakan rakyat mayoritas di Irak, seperti yang terjadi beberapa tahun lalu.
Presiden AS, Barack Obama, pekan lalu menyatakan bakal mengirim hingga 300 personel militer untuk memantau perkembangan di Irak. Tugas mereka adalah memberi saran bantuan seperti apa yang harus diberikan AS untuk mengatasi serangan bersenjata kelompok ISIS.
Menurut stasiun berita BBC, pemerintah Irak minta AS kerahkan serangan udara ke wilayah yang dikuasai ISIS. Namun AS tidak mau gegabah memenuhi permintaan itu karena bisa memperkeruh situasi bila serangan udara tidak tepat sasaran. AS pun tidak mau lagi kerahkan pasukan darat secara massal seperti saat menyerbu Irak pada 2003 untuk menjungkalkan rezim Saddam Hussein.
Serangan kelompok ISIS melanda sebelah utara dan barat Irak. Kekerasan bersenjata itu pada Juni ini saja telah merenggut nyawa 1.075 orang dan sebagian besar korban adalah warga sipil, ungkap laporan tim pemantau Hak Asasi Manusia PBB.
Sumber : Viva
Juru bicara Departemen Pertahanan AS (Pentagon), Laksamana Muda John Kirby, seperti dikutip kantor berita Reuters, mengungkapkan bahwa 40 personel militer operasi khusus berada di Irak sejak Selasa waktu setempat. Mereka langsung di bawah koordinasi Kantor Kerjasama Keamanan di Kedutaan Besar AS di Baghdad.
Selain itu 90 personel lain juga sudah tiba untuk membantu pembentukan Pusat Operasi Bersama di Baghdad dengan pasukan Irak. Lima puluh personel lagi akan diterbangkan ke Irak dalam beberapa hari mendatang untuk membentuk empat tim pemantau tambahan, ungkap Kirby.
Militer AS juga rutin menerbangkan pesawat nirawak (drone) di langit Irak, sekitar 30 hingga 35 sorti per hari. Armada drone itu berguna memantau situasi di wilayah konflik dari langit untuk menunjang kerja tim khusus dari AS.
Pengerahan tim khusus ini untuk memenuhi permintaan pemerintah Irak, yang dalam beberapa pekan terakhir kewalahan menghadapi serangan militan ISIS, yang merupakan sempalan jaringan teroris al-Qaeda.
Pemerintah Irak khawatir bahwa aksi mereka bisa mengundang lagi perang saudara antara kelompok Sunni dan Syiah, yang merupakan rakyat mayoritas di Irak, seperti yang terjadi beberapa tahun lalu.
Presiden AS, Barack Obama, pekan lalu menyatakan bakal mengirim hingga 300 personel militer untuk memantau perkembangan di Irak. Tugas mereka adalah memberi saran bantuan seperti apa yang harus diberikan AS untuk mengatasi serangan bersenjata kelompok ISIS.
Menurut stasiun berita BBC, pemerintah Irak minta AS kerahkan serangan udara ke wilayah yang dikuasai ISIS. Namun AS tidak mau gegabah memenuhi permintaan itu karena bisa memperkeruh situasi bila serangan udara tidak tepat sasaran. AS pun tidak mau lagi kerahkan pasukan darat secara massal seperti saat menyerbu Irak pada 2003 untuk menjungkalkan rezim Saddam Hussein.
Serangan kelompok ISIS melanda sebelah utara dan barat Irak. Kekerasan bersenjata itu pada Juni ini saja telah merenggut nyawa 1.075 orang dan sebagian besar korban adalah warga sipil, ungkap laporan tim pemantau Hak Asasi Manusia PBB.
Sumber : Viva
No comments:
Post a Comment