Tuesday, 4 March 2014

China Siap Hadapi Ancaman

Militer China siap menghadapi setiap ancaman terhadap kedaulatannya. China akan merespons setiap ancaman untuk mempertahankan wilayah dan kedaulatannya serta demi menjaga kedamaian dan ketertiban di kawasan.

Demikian ditegaskan juru bicara legislatif China, Fu Ying, di Beijing, Selasa (4/3/2014). Pernyataan tersebut disampaikan sehari sebelum China diperkirakan akan mengumumkan penambahan kembali anggaran pertahanannya.

China berencana mengumumkan besaran anggaran belanja pertahanannya pada Rabu (5/3/2014). Tahun lalu, anggaran belanja angkatan bersenjata China naik 10,7 persen dari tahun sebelumnya, menjadi 114 miliar dollar AS. Alokasi anggaran tersebut diyakini yang terbesar di dunia setelah Amerika Serikat.

Dengan anggaran pertahanannya yang besar itu, China menyebut tidak akan ragu merespons semua ancaman yang muncul terhadap kedaulatan wilayahnya. Namun, China juga menegaskan akan mendukung setiap upaya penyelesaian sengketa secara damai melalui negosiasi.

Dalam pernyataannya, Fu menyebut kekuatan Tentara Pembebasan Rakyat sebanyak 2,3 juta personel itu hanya dimaksudkan untuk keperluan pertahanan.

”Namun, kalau ada negara-negara lain yang mau mencoba memprovokasi atau malah merusak perdamaian dan ketertiban kawasan, kami harus merespons itu secara efektif,” ujar Fu dalam jumpa pers di sela-sela sidang tahunan legislatif China.

Menurut Fu, baik alokasi anggaran maupun jumlah personel militer China yang besar tersebut bertujuan menjaga teritorial dan kedaulatan China sekaligus untuk menjamin ketertiban dan perdamaian di kawasan.

”Negara lain harus menyikapi serius klaim kedaulatan China jika mereka benar-benar peduli dengan perdamaian dan keamanan kawasan,” ujarnya.

Pernyataan Fu tersebut disampaikan di tengah ketegangan akibat sengketa teritorial antara China dan sejumlah negara tetangganya. China diketahui bersengketa di Laut China Timur dengan Jepang dan dengan empat negara di kawasan Asia Tenggara di Laut China Selatan.

Seperti diwartakan, China mengklaim hampir 90 persen kawasan Laut China Selatan dan bersengketa dengan empat negara anggota ASEAN, yakni Malaysia, Brunei, Vietnam, dan Filipina.

Aksi terorisme

Pemerintah AS akhirnya menyebut serangan sadis di Kunming itu sebagai ”aksi terorisme”. Departemen Luar Negeri AS menyampaikan pernyataan tersebut, Senin, setelah sebelumnya sejumlah media di China menuduh Washington menerapkan standar ganda dan media Barat telah bias karena enggan menggunakan istilah ”terorisme” terkait dengan insiden berdarah Kunming.

Dalam salah satu tajuk rencananya, surat kabar Harian Rakyat (People’s Daily) mempertanyakan apakah AS dan media Barat juga akan bersikap ragu menyebut apa yang terjadi di Kunming sebagai tindakan teroris jika hal sama terjadi di AS.

”Bukankah kalian (senang) berbicara soal HAM? Apakah kalian sudah melihat sendiri bagaimana para korban tenggelam di kolam darah mereka sendiri. Kalau hal sama terjadi di AS, bagaimana kalian akan mengomentari peristiwa seperti itu. Akankah kalian tetap pelit menyebutnya dengan istilah teroris?” tulis surat kabar itu.

Senin lalu, juru bicara Deplu AS, Jen Psaki, menyebut aksi kekerasan yang terjadi di Kunming, ”Tampaknya sebagai aksi terorisme, yang menyasar masyarakat sipil secara acak.”


Sumber : Kompas

No comments:

Post a Comment