Sniper
SAS, Inggris, beraksi heroik untuk menyelamatkan seorang ayah dan
anaknya yang berusia delapan tahun dari pemenggalan ISIS. Ayah dan anak
itu hendak dipenggal ISIS karena dianggap “kafir” lantaran beda
keyakinan.
Ayah dan anak itu merupakan pemeluk salah satu sekte kelompok Syiah. Operasi penyelamatan mereka berlangsung di padang gurun, wilayah perbatasan Suriah dan Turki.
Sniper atau penembak jitu SAS beraksi setelah menerima informasi dari mata-mata Irak tentang rencana eksekusi yang akan dilakukan militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Operasi penyelamatan dramatis oleh sniper SAS berlangsung bulan lalu, namun baru diungkap semalam (9/8/2015).
Berbeda dengan serangan drone Amerika Serikat (AS) terhadap ISIS yang berisiko menewaskan banyak warga sipil yang tidak bersalah, aparat SAS memilih beroperasi dengan pengerahan tim penembak jitu.
Seorang sumber di Departemen Pertahanan Inggris kepada Daily Star, mengatakan, sebelum penyelamatan dramatis itu, militan ISIS sudah mengeksekusi beberapa orang. ”Ada beberapa orang yang sudah dipenggal tergeletak di tanah,” katanya.
”Melalui teropong, tentara bisa melihat bahwa orang-orang sangat ketakutan dan banyak yang menangis,” lanjut sumber di Departemen Pertahanan Inggris yang menolak diidentifikasi itu.
Sedangkan ayah dan anak sebelum diselamatkan sniper SAS, tampak diseret dan dipaksa berlutut. ”Mereka berdua mengenakan penutup mata dan tampak ketakutan,” lanjut dia. “Seorang pria berjanggut tebal muncul dan menarik pisau panjang.”
”Dia (pria berjanggut) mulai menampar ayah dan putranya itu dan menendang mereka, selain itu ada dua algojo ISIS yang dipersenjatai dengan AK-47,” imbuh sumber itu.
Beruntung sniper dengan senapan berkaliber 50 mm dan dilengkapi dengan peredam suara berhasil menewaskan para algojo ISIS tepat pada waktunya. Ketika para algojo ISIS tewas ditembak, anggota tim khusus SAS berlari menyelamatkan ayah dan anak tersebut.
Sumber : Sindo
Ayah dan anak itu merupakan pemeluk salah satu sekte kelompok Syiah. Operasi penyelamatan mereka berlangsung di padang gurun, wilayah perbatasan Suriah dan Turki.
Sniper atau penembak jitu SAS beraksi setelah menerima informasi dari mata-mata Irak tentang rencana eksekusi yang akan dilakukan militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Operasi penyelamatan dramatis oleh sniper SAS berlangsung bulan lalu, namun baru diungkap semalam (9/8/2015).
Berbeda dengan serangan drone Amerika Serikat (AS) terhadap ISIS yang berisiko menewaskan banyak warga sipil yang tidak bersalah, aparat SAS memilih beroperasi dengan pengerahan tim penembak jitu.
Seorang sumber di Departemen Pertahanan Inggris kepada Daily Star, mengatakan, sebelum penyelamatan dramatis itu, militan ISIS sudah mengeksekusi beberapa orang. ”Ada beberapa orang yang sudah dipenggal tergeletak di tanah,” katanya.
”Melalui teropong, tentara bisa melihat bahwa orang-orang sangat ketakutan dan banyak yang menangis,” lanjut sumber di Departemen Pertahanan Inggris yang menolak diidentifikasi itu.
Sedangkan ayah dan anak sebelum diselamatkan sniper SAS, tampak diseret dan dipaksa berlutut. ”Mereka berdua mengenakan penutup mata dan tampak ketakutan,” lanjut dia. “Seorang pria berjanggut tebal muncul dan menarik pisau panjang.”
”Dia (pria berjanggut) mulai menampar ayah dan putranya itu dan menendang mereka, selain itu ada dua algojo ISIS yang dipersenjatai dengan AK-47,” imbuh sumber itu.
Beruntung sniper dengan senapan berkaliber 50 mm dan dilengkapi dengan peredam suara berhasil menewaskan para algojo ISIS tepat pada waktunya. Ketika para algojo ISIS tewas ditembak, anggota tim khusus SAS berlari menyelamatkan ayah dan anak tersebut.
Sumber : Sindo
No comments:
Post a Comment