Biasanya satelit diluncurkan dengan cara 'digendong' roket dari sebuah pusat peluncuran wahana antariksa (spaceport atau cosmodrome).
Namun, nantinya, generasi terbaru satelit kecil akan melucur ke orbit dari perut sebuah pesawat tempur.
Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) atau unit di Departemen Pertahanan AS yang bertanggung jawab soal inovasi memberikan kontrak senilai US$ 30,6 juta atau Rp 349,45$ miliar pada Boeing untuk mengembangkan wahana peluncur sepanjang 7,3 meter yang akan ditempelkan pada bagian bawah jet tempur F-15E Strike Eagle.
Secara konsep, jet tempur akan menjatuhkan wahana ini pada ketinggian 40.000 kaki atau 12.192 meter -- di mana pada titik itu, mesin roket akan lepas landas membawa satelit menuju orbit.
Jika berjalan lancar, sistem peluncuran seperti itu diyakini bisa memangkas biaya peluncuran satelit-satelit kecil -- yang beratnya sampai 45 kilogram -- hingga 66 persen.
Tak hanya lebih murah, cara seperti itu juga lebih cepat. Militer AS juga tak perlu menunggu giliran kapan wahana peluncuran satelit biasa bisa digunakan.
"Kami mengembangkan desain hemat biaya dengan memindahkan mesin ke kendaraan peluncur," kata Steve Johnston, direktur pengembangan eksplorasi luar angkasa Boeing seperti Liputan6.com kutip dari situs sains SPACE.com, Sabtu (19/4/2014).
"Dengan desain yang kami miliki, tahap peluncuran pertama dan kedua ditenagai mesin yang sama, sehingga mengurangi bobot dan kompleksitasnya."
DARPA juga ingin mengurangi biaya akses ke luar angkasa untuk muatan yang lebih besar. Untuk itulah penelitian lebih lanjut dilakukan.
DARPA terus menjalankan proyek Experimental Spaceplane, atau XS-1, yang bertujuan mengembangkan kendaraan yang bisa meluncurkan muatan 1.361 hingga 2.268 kilogram ke orbit dengan biaya kurang dari US$ 5 juta untuk sekali penerbangan.
Ini bukan proyek luar angkasa satu-satunya militer AS. Sebelumnya
pada Kamis malam, 22 April 2010, Amerika Serikat meluncurkan pesawat
luar angkasa militer yang diberi nama X-37B ke angkasa luar.
Program tersebut awalnya dikomandoi oleh NASA -- karena memakai pesawat bekas milik badan antariksa itu. Namun, belakangan, diambil alih unit penelitian Pentagon yang lalu melimpahkannya ke unit rahasia Angkatan Udara.
X-37B dibangun oleh divisi Phantom Works Boeing di Seal Beach, California, dan beratnya sekitar 11.000 pon (sekitar 5.000 kg).
Saat diluncurkan, hanya segelintir pejabat militer AS yang tahu apa persisnya yang ada di dalam pesawat tak berawak sepanjang 8,8 meter yang permukaan atasnya berwarna putih.
Situs Christian Science Monitor pernah mengabarkan soal kekhawatiran bahwa peluncuran X-37b mungkin menandakan dimulainya perang di angkasa. Atau setidaknya membawa senjata ruang angkasa.
Namun, spekulasi itu dibantah. Militer AS mengklaim pesawat itu sama sekali tak mengangkut senjata. Lalu, untuk apa
Sumber : Liputan6
Namun, nantinya, generasi terbaru satelit kecil akan melucur ke orbit dari perut sebuah pesawat tempur.
Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) atau unit di Departemen Pertahanan AS yang bertanggung jawab soal inovasi memberikan kontrak senilai US$ 30,6 juta atau Rp 349,45$ miliar pada Boeing untuk mengembangkan wahana peluncur sepanjang 7,3 meter yang akan ditempelkan pada bagian bawah jet tempur F-15E Strike Eagle.
Secara konsep, jet tempur akan menjatuhkan wahana ini pada ketinggian 40.000 kaki atau 12.192 meter -- di mana pada titik itu, mesin roket akan lepas landas membawa satelit menuju orbit.
Jika berjalan lancar, sistem peluncuran seperti itu diyakini bisa memangkas biaya peluncuran satelit-satelit kecil -- yang beratnya sampai 45 kilogram -- hingga 66 persen.
Tak hanya lebih murah, cara seperti itu juga lebih cepat. Militer AS juga tak perlu menunggu giliran kapan wahana peluncuran satelit biasa bisa digunakan.
"Kami mengembangkan desain hemat biaya dengan memindahkan mesin ke kendaraan peluncur," kata Steve Johnston, direktur pengembangan eksplorasi luar angkasa Boeing seperti Liputan6.com kutip dari situs sains SPACE.com, Sabtu (19/4/2014).
"Dengan desain yang kami miliki, tahap peluncuran pertama dan kedua ditenagai mesin yang sama, sehingga mengurangi bobot dan kompleksitasnya."
DARPA juga ingin mengurangi biaya akses ke luar angkasa untuk muatan yang lebih besar. Untuk itulah penelitian lebih lanjut dilakukan.
DARPA terus menjalankan proyek Experimental Spaceplane, atau XS-1, yang bertujuan mengembangkan kendaraan yang bisa meluncurkan muatan 1.361 hingga 2.268 kilogram ke orbit dengan biaya kurang dari US$ 5 juta untuk sekali penerbangan.
Program tersebut awalnya dikomandoi oleh NASA -- karena memakai pesawat bekas milik badan antariksa itu. Namun, belakangan, diambil alih unit penelitian Pentagon yang lalu melimpahkannya ke unit rahasia Angkatan Udara.
X-37B dibangun oleh divisi Phantom Works Boeing di Seal Beach, California, dan beratnya sekitar 11.000 pon (sekitar 5.000 kg).
Saat diluncurkan, hanya segelintir pejabat militer AS yang tahu apa persisnya yang ada di dalam pesawat tak berawak sepanjang 8,8 meter yang permukaan atasnya berwarna putih.
Situs Christian Science Monitor pernah mengabarkan soal kekhawatiran bahwa peluncuran X-37b mungkin menandakan dimulainya perang di angkasa. Atau setidaknya membawa senjata ruang angkasa.
Namun, spekulasi itu dibantah. Militer AS mengklaim pesawat itu sama sekali tak mengangkut senjata. Lalu, untuk apa
Sumber : Liputan6
No comments:
Post a Comment