PEMERINTAH Indonesia tahun ini akan kembali mendorong penyelesaian konflik yang tidak berkesudahan di Suriah dan Palestina.
Selain itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) tetap mengedepankan diplomasi mengatasi konflik politik luar negeri Indonesia dengan negara-negara Asia Timur dan Asia Pasifik guna menciptakan perdamaian dan kemakmuran.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty M Natalegawa mengatakan, tahun 2013 Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya diplomasi dalam penanganan isu senjata kimia di Suriah yang membuahkan hasil nyata dan juga melakukan perundingan 5+1 dengan Republik Islam Iran guna mengatasi konflik di Suriah.
"Dan tahun 2014 ini, Indonesia kembali mendorong penyelesaian diplomatik atas konflik di Suriah dan situasi konflik serupa lainnya," kata Marty di kantor Kemenlu Jakarta, Selasa (7/1).
Marty mengatakan, pemerintah juga akan lebih berperan mewujudkan hak-hak sah bangsa Palestina yang sudah lama tertunda. Tahun ini, akan ditandai penguatan dukungan Indonesia kepada Palestina, antara lain melalui dukungan peningkatan kapasitas kelembagaan Palestina.
"Dengan berakhirnya program pembangunan kapasitas Palestina yang diupayakan melalui New Asia-Afrika Strategic Partnership periode 2008-2013. Maka, akan diluncurkan tahap dukungan selanjutnya untuk periode 2014-2019.
Selain itu, Indonesia akan mengalang dukungan serupa dari negara-negara Asia saat menjadi tuan rumah Conference on Cooperatioan among East Asian Countries for Palestinian Development (CEAPAD)," katanya.
Selain melakukan diplomasi konflik di negara Timur Tengah, Marty menambahkan, Asia Tenggara yang memasuki tahap akhir menuju Komunitas ASEAN 2015 dengan kawasan yang lebih luas, yakni Asia Timur dan Asia Pasifik, justru menunjukan tanda-tanda peningkatan ketegangan dan ketidakpastian antarnegara.
Juga pada saat perekonomian di kawasan semakin terjalin erat dan saling tergantung satu dengan yang lainnya, menunjukkan tanda-tanda semakin berkurangnya rasa saling percaya atau trust deficit.
Misalnya, konflik Laut China Timur dalam satu tahun terakhir dan ketegangan yang terus terjadi di Semenanjung Korea. Oleh karena itu, Indonesia sepanjang tahun yang silam memulai pembicaraan dengan negara-negara kawasan mengenai sebuah kerangka kerja sama yang serupa dengan Treaty of Amity and Cooperation yang diberlakukan di Asia Tenggara.
"Namun kali ini kita peruntuhkan bagi kawasan Asia-Pasifik, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dengan sebuah perjanjian antara negara-negara kawasan. Artinya. cara penyelesaian sengketa secara damai dengan pendekatan unilateral yang menjadi pilihan. Kuncinya adalah diplomasi," kata Marty.
Diakuinya, kebijakan politik luar negeri Indonesia tahun 2014 ditujukan mengatasi tiga bentuk tantangan utama di kawasan Asia Pasifik, yakni berkurangnya rasa saling percaya, sengketa wilayah dan perubahan geo-politik dan geo-ekonomi.
Intinya adalah perlu mengubah trust deficit menjadi strategic trust. "Hal ini dilakukan untuk mengesampingkan ancaman pengunaan kekuatan dalam menyelesaikan sengketa wilayah dan untuk mencegah munculnya kembali pola pikir era perang dingin di kawasan tersebut serta mencegah jurang pemisah baru antarnegara di kawasan," jelas Marty.
Politik luar negeri Indonesia dalam kerangka ASEAN, lanjutnya, dengan menatap jauh pasca2015, yaitu melakukan kontribusi aktif dalam pembahasan visi Komunitas ASEAN pasca 2015 dengan empat elemen utama, yakni konsolidasi Komunitas ASEAN, kontribusi nyata
ASEAN guna perdamaian dan kemakmuran negara kawasan yang lebih luas, peran global ASEAN sesuai dengan Bali Concord II, dan perumusan dari tujuan ASEAN Development Goals dan Sustainable Development Goals (SDGs) yang dirumuskan di tingkat global.
"Kebijakan politik luar negeri Indonesia 2014 akan berkontribusi secara aktif membentuk arsitektur kawasan. Singkatnya, banyak pekerjaan guna mewujudkan Komunitas ASEAN 2015," ujar Marty
Sumber : Jurnas
Selain itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) tetap mengedepankan diplomasi mengatasi konflik politik luar negeri Indonesia dengan negara-negara Asia Timur dan Asia Pasifik guna menciptakan perdamaian dan kemakmuran.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty M Natalegawa mengatakan, tahun 2013 Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya diplomasi dalam penanganan isu senjata kimia di Suriah yang membuahkan hasil nyata dan juga melakukan perundingan 5+1 dengan Republik Islam Iran guna mengatasi konflik di Suriah.
"Dan tahun 2014 ini, Indonesia kembali mendorong penyelesaian diplomatik atas konflik di Suriah dan situasi konflik serupa lainnya," kata Marty di kantor Kemenlu Jakarta, Selasa (7/1).
Marty mengatakan, pemerintah juga akan lebih berperan mewujudkan hak-hak sah bangsa Palestina yang sudah lama tertunda. Tahun ini, akan ditandai penguatan dukungan Indonesia kepada Palestina, antara lain melalui dukungan peningkatan kapasitas kelembagaan Palestina.
"Dengan berakhirnya program pembangunan kapasitas Palestina yang diupayakan melalui New Asia-Afrika Strategic Partnership periode 2008-2013. Maka, akan diluncurkan tahap dukungan selanjutnya untuk periode 2014-2019.
Selain itu, Indonesia akan mengalang dukungan serupa dari negara-negara Asia saat menjadi tuan rumah Conference on Cooperatioan among East Asian Countries for Palestinian Development (CEAPAD)," katanya.
Selain melakukan diplomasi konflik di negara Timur Tengah, Marty menambahkan, Asia Tenggara yang memasuki tahap akhir menuju Komunitas ASEAN 2015 dengan kawasan yang lebih luas, yakni Asia Timur dan Asia Pasifik, justru menunjukan tanda-tanda peningkatan ketegangan dan ketidakpastian antarnegara.
Juga pada saat perekonomian di kawasan semakin terjalin erat dan saling tergantung satu dengan yang lainnya, menunjukkan tanda-tanda semakin berkurangnya rasa saling percaya atau trust deficit.
Misalnya, konflik Laut China Timur dalam satu tahun terakhir dan ketegangan yang terus terjadi di Semenanjung Korea. Oleh karena itu, Indonesia sepanjang tahun yang silam memulai pembicaraan dengan negara-negara kawasan mengenai sebuah kerangka kerja sama yang serupa dengan Treaty of Amity and Cooperation yang diberlakukan di Asia Tenggara.
"Namun kali ini kita peruntuhkan bagi kawasan Asia-Pasifik, Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dengan sebuah perjanjian antara negara-negara kawasan. Artinya. cara penyelesaian sengketa secara damai dengan pendekatan unilateral yang menjadi pilihan. Kuncinya adalah diplomasi," kata Marty.
Diakuinya, kebijakan politik luar negeri Indonesia tahun 2014 ditujukan mengatasi tiga bentuk tantangan utama di kawasan Asia Pasifik, yakni berkurangnya rasa saling percaya, sengketa wilayah dan perubahan geo-politik dan geo-ekonomi.
Intinya adalah perlu mengubah trust deficit menjadi strategic trust. "Hal ini dilakukan untuk mengesampingkan ancaman pengunaan kekuatan dalam menyelesaikan sengketa wilayah dan untuk mencegah munculnya kembali pola pikir era perang dingin di kawasan tersebut serta mencegah jurang pemisah baru antarnegara di kawasan," jelas Marty.
Politik luar negeri Indonesia dalam kerangka ASEAN, lanjutnya, dengan menatap jauh pasca2015, yaitu melakukan kontribusi aktif dalam pembahasan visi Komunitas ASEAN pasca 2015 dengan empat elemen utama, yakni konsolidasi Komunitas ASEAN, kontribusi nyata
ASEAN guna perdamaian dan kemakmuran negara kawasan yang lebih luas, peran global ASEAN sesuai dengan Bali Concord II, dan perumusan dari tujuan ASEAN Development Goals dan Sustainable Development Goals (SDGs) yang dirumuskan di tingkat global.
"Kebijakan politik luar negeri Indonesia 2014 akan berkontribusi secara aktif membentuk arsitektur kawasan. Singkatnya, banyak pekerjaan guna mewujudkan Komunitas ASEAN 2015," ujar Marty
Sumber : Jurnas
No comments:
Post a Comment