Prestasi pesawat antariksa penjelajah asteroid pertama yang dinamai
Hayabusa - burung falcon dalam bahasa Jepang - melebihi harapan para
desainernya.
Kini generasi penerusnya tengah dipersiapkan.
Saat bagian dari Hayabusa mendarat di pedalaman Australia dalam keadaan
hangus dan penyok bulan Juni 2010, warga Jepang merasa bangga atas
prestasi penjelajahan luar angkasa dan upaya ilmiah yang belum pernah
dilancarkan negara mana pun - apalagi tercapai.
Hayabusa mendarat di sebuah asteroid sepanjang 500 meter yang dinamai Itokawa yang melintasi tata surya bumi - melewati serangkaian masalah mekanis dalam perjalanan, termasuk giroskop yang rusak dan kebocoran bahan bakar - dan berhasil mengumpulkan partikel mikroskopis dari debu kosmik yang berada pada permukaan asteroid.
Hayabusa kemudian kembali ke bumi mengirimkan muatan yang sungguh berharga bagi para peneliti di Badan Eksplorasi Antariksa Jepang (JAXA).
Pelajaran yang didapat dari perjalanan sejauh 1 miliar kilometer - selama 7 tahun, 1 bulan dan 4 hari - secara signifikan memperluas pengetahuan umat manusia mengenai tata surya dan asal usul bumi, ungkap Dr. Makoto Yoshikawa, yang menjadi pimpinan proyek tahun 2006, dan kini merupakan manajer misi Hayabusa-2.
Sekarang giliran pesawat antariksa kedua yang diberi nama sama untuk memberi jawaban bagi sederetan pertanyaan yang terus bertambah dari kalangan periset.
Makoto Yoshikawa: "Ini belum pernah dicoba sebelumnya"
Struktur asteroid
"Hal terpenting yang kami pelajari dari misi Hayabusa pertama adalah struktur asteroid," kata Yoshikawa kepada DW. "Asteroid terdiri dari pecahan bebatuan - sebuah 'tumpukan puing-puing' - dan itu tidak kami ketahui sebelumnya."
Yoshikawa mengatakan ilmuwan tidak tahu sebelumnya bahwa ada kawah pada permukaan asteroid, atau ada begitu banyak batu besar, dan semua ini mengejutkan bagi mereka.
Begitu kembali ke bumi, peneliti JAXA mengatakan bahwa ruang pemulihan Hayabusa mengangkut sekitar 1.500 partikel menit - masing-masing berdiameter kurang dari 100 mikrometer.
Partikel-partikel ini telah dibagi dengan pakar di berbagai penjuru dunia dan tengah dipelajari untuk mengetahui lebih banyak mengenai pembentukan alam semesta.
Sejumlah tes telah mengungkap kondrit tipe LL dengan kandungan besi tinggi, yang tidak dapat ditemui pada permukaan bumi. Tes lebih lanjut menghitung level dan eksistensi isotop, struktur kristal dalam pecahan batu, atom yang berlimpah, kehadiran gas berharga dan organik, serta mengidentifikasi unsur jejak lainnya.
Proyek sukses ini dinobatkan sebagai salah satu terobosan ilmiah tahun 2013 oleh majalah Science. Hayabusa juga dua kali menjadi sampul majalah tersebut.
Majalah Science menobatkan Hayabusa sebagai salah satu terobosan ilmiah yang menakjubkan
Harapan setinggi langit
Ini berarti ekspektasi tinggi bagi Hayabusa-2.
Target kali ini diklasifikasikan sebagai asteroid tipe C, berarti bebatuannya mengandung lebih banyak air dan materi organik. Hanya dikenal sebagai 1999-JU3, asteroid ini memiliki orbit sama dengan Itokawa dan terkadang mendekat ke bumi. Lebih bulat dari target sebelumnya, panjang asteroid sekitar 920 meter.
Seperti Hayabusa pertama, pesawat antariksa yang dibuat lebih canggih, rencananya diluncurkan akhir tahun 2014, akan memanfaatkan mesin ion untuk mencapai 1999-JU3 pada bulan Juni 2018. Menurut jadwal proyek, Hayabusa-2 akan bertahan di asteroid selama 18 bulan, melakukan serangkaian tes, sebelum kembali ke bumi akhir 2020.
Inovasi terbesar dari proyek ini adalah cara pesawat antariksa mengumpulkan partikel debu kosmik pada asteroid.
"Saat pesawat tiba, akan mengeluarkan sebuah kotak kecil berisi alat peledak sebelum bermanuver ke bagian lain asteroid, untuk menjauh dari ledakan," kata Yoshikawa. "Ledakan mengirimkan bola tembaga seberat 2 kg ke permukaan asteroid untuk membentuk kawah, mungkin sedalam 50 cm dan selebar 3 meter."
Hayabusa-2 lalu akan mendarat di kawah untuk mengumpulkan materi yang tadinya terletak di dalam permukaan.
"Materi di permukaan sudah lapuk akibat cahaya matahari dan radiasi, sehingga kami ingin mengumpulkan partikel yang belum terekspos proses pelapukan tersebut," jelasnya.
Ekspektasi tinggi bagi Hayabusa-2
Pertama dalam eksplorasi antariksa
"Ini belum pernah dicoba sebelumnya dan tujuan kami adalah mengumpulkan butiran dengan kisaran berat 0,1 gram," ungkap Yoshikawa. "Idealnya kami ingin mengumpulkan beberapa gram debu kosmik, tapi sekarang sudah tidak memerlukan sebanyak itu karena teknis analisa kami sudah sangat canggih."
Bagian paling kritis dari seluruh operasi adalah pendaratan asteroid secara halus - salah perhitungan sedikit pun akan secara fatal melumpuhkan pesawat, Yoshikawa menekankan - namun ia yakin ekspedisi ini akan kembali membawa kesuksesan bagi JAXA.
"Tata surya lahir 4,6 miliar tahun lalu, dan sebelum itu ada awan molekul," ucapnya. "Kami yakin awan itu mengandung materi yang mendorong kehidupan di bumi dan itu yang kami cari."
Hayabusa mendarat di sebuah asteroid sepanjang 500 meter yang dinamai Itokawa yang melintasi tata surya bumi - melewati serangkaian masalah mekanis dalam perjalanan, termasuk giroskop yang rusak dan kebocoran bahan bakar - dan berhasil mengumpulkan partikel mikroskopis dari debu kosmik yang berada pada permukaan asteroid.
Hayabusa kemudian kembali ke bumi mengirimkan muatan yang sungguh berharga bagi para peneliti di Badan Eksplorasi Antariksa Jepang (JAXA).
Pelajaran yang didapat dari perjalanan sejauh 1 miliar kilometer - selama 7 tahun, 1 bulan dan 4 hari - secara signifikan memperluas pengetahuan umat manusia mengenai tata surya dan asal usul bumi, ungkap Dr. Makoto Yoshikawa, yang menjadi pimpinan proyek tahun 2006, dan kini merupakan manajer misi Hayabusa-2.
Sekarang giliran pesawat antariksa kedua yang diberi nama sama untuk memberi jawaban bagi sederetan pertanyaan yang terus bertambah dari kalangan periset.
"Hal terpenting yang kami pelajari dari misi Hayabusa pertama adalah struktur asteroid," kata Yoshikawa kepada DW. "Asteroid terdiri dari pecahan bebatuan - sebuah 'tumpukan puing-puing' - dan itu tidak kami ketahui sebelumnya."
Yoshikawa mengatakan ilmuwan tidak tahu sebelumnya bahwa ada kawah pada permukaan asteroid, atau ada begitu banyak batu besar, dan semua ini mengejutkan bagi mereka.
Begitu kembali ke bumi, peneliti JAXA mengatakan bahwa ruang pemulihan Hayabusa mengangkut sekitar 1.500 partikel menit - masing-masing berdiameter kurang dari 100 mikrometer.
Partikel-partikel ini telah dibagi dengan pakar di berbagai penjuru dunia dan tengah dipelajari untuk mengetahui lebih banyak mengenai pembentukan alam semesta.
Sejumlah tes telah mengungkap kondrit tipe LL dengan kandungan besi tinggi, yang tidak dapat ditemui pada permukaan bumi. Tes lebih lanjut menghitung level dan eksistensi isotop, struktur kristal dalam pecahan batu, atom yang berlimpah, kehadiran gas berharga dan organik, serta mengidentifikasi unsur jejak lainnya.
Proyek sukses ini dinobatkan sebagai salah satu terobosan ilmiah tahun 2013 oleh majalah Science. Hayabusa juga dua kali menjadi sampul majalah tersebut.
Ini berarti ekspektasi tinggi bagi Hayabusa-2.
Target kali ini diklasifikasikan sebagai asteroid tipe C, berarti bebatuannya mengandung lebih banyak air dan materi organik. Hanya dikenal sebagai 1999-JU3, asteroid ini memiliki orbit sama dengan Itokawa dan terkadang mendekat ke bumi. Lebih bulat dari target sebelumnya, panjang asteroid sekitar 920 meter.
Seperti Hayabusa pertama, pesawat antariksa yang dibuat lebih canggih, rencananya diluncurkan akhir tahun 2014, akan memanfaatkan mesin ion untuk mencapai 1999-JU3 pada bulan Juni 2018. Menurut jadwal proyek, Hayabusa-2 akan bertahan di asteroid selama 18 bulan, melakukan serangkaian tes, sebelum kembali ke bumi akhir 2020.
Inovasi terbesar dari proyek ini adalah cara pesawat antariksa mengumpulkan partikel debu kosmik pada asteroid.
"Saat pesawat tiba, akan mengeluarkan sebuah kotak kecil berisi alat peledak sebelum bermanuver ke bagian lain asteroid, untuk menjauh dari ledakan," kata Yoshikawa. "Ledakan mengirimkan bola tembaga seberat 2 kg ke permukaan asteroid untuk membentuk kawah, mungkin sedalam 50 cm dan selebar 3 meter."
Hayabusa-2 lalu akan mendarat di kawah untuk mengumpulkan materi yang tadinya terletak di dalam permukaan.
"Materi di permukaan sudah lapuk akibat cahaya matahari dan radiasi, sehingga kami ingin mengumpulkan partikel yang belum terekspos proses pelapukan tersebut," jelasnya.
"Ini belum pernah dicoba sebelumnya dan tujuan kami adalah mengumpulkan butiran dengan kisaran berat 0,1 gram," ungkap Yoshikawa. "Idealnya kami ingin mengumpulkan beberapa gram debu kosmik, tapi sekarang sudah tidak memerlukan sebanyak itu karena teknis analisa kami sudah sangat canggih."
Bagian paling kritis dari seluruh operasi adalah pendaratan asteroid secara halus - salah perhitungan sedikit pun akan secara fatal melumpuhkan pesawat, Yoshikawa menekankan - namun ia yakin ekspedisi ini akan kembali membawa kesuksesan bagi JAXA.
"Tata surya lahir 4,6 miliar tahun lalu, dan sebelum itu ada awan molekul," ucapnya. "Kami yakin awan itu mengandung materi yang mendorong kehidupan di bumi dan itu yang kami cari."
No comments:
Post a Comment