Niloofar Rahmani (23), nama wanita cantik asal Afghanistan ini.
Ketika usianya 21 tahun, dia berhasil mewujudkan mimpinya menjadi pilot
pesawat jet tempur wanita pertama di negaranya.
Menjadi pilot pesawat tempur telah menjadi tekadnya untuk melawan stereotip gender kuno yang tumbuh di negara asalnya. Saat berusia 21 tahun, Rahmani tanpa rasa takut telah menerbangkan pesawat tempur Cessna 208 keluar masuk zona konflik. Atas dedikasinya, dia diberi penghargaan “International Woman of Courage Award” dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS).
Tapi, saat ini pilot Rahmani terpaksa bersembunyi karena militan Taliban Afghanistan mengancam akan menghabisinya. Ancaman itu juga ditujukan pada keluarga besarnya. Dia diancam dibunuh Taliban katena bekerja di bidang yang digeluti kaum pria.
”Saya benar-benar ingin berada di militer. Saya benar-benar ingin berada di Angkatan Udara. Tapi saya tidak bisa terus hidup seperti ini,” katanya kepada Wall Street Journal.
Mimpinya menjadi pilot tempur juga dia ceritakan di akun Twitter-nya.
”Saya melihat ini sebagai kesempatan untuk mengejar impian seumur hidup saya menjadi pilot, dan saya tidak perlu berpikir dua kali untuk mendaftar pada layanan ini,” bunyi Tweet yang dia tulis pada tanggal 17 April 2015.
Mimpinya menjadi pilot tempur itu mulai dia rintis sejak usia 18 tahun. Dia mendapat dukungan penuh dari keluarganya, terutama sejak rezim Taliban yang memerintah Afghanistan tumbang pada 2001.
Selama pemerintahan Taliban berkuasa, keluarga Rahmani berani menentang “fatwa” ketat yang melarang pendidikan untuk anak perempuan. Rahmani pun memilih belajar di rumah keluarganya di Kabul.
Rahmani mengatakan ia selalu ingin menjadi pilot, dan bermimpi suatu hari dia akan terbang seperti burung dan memiliki sayap sendiri. Mimpi itu dia bagi dengan ayahnya, Abdoul Wakil, yang merindukan bisa bergabung dengan Angkatan Udara negaranya pada tahun 1980-an.
Dia menghabiskan waktu setahun untuk belajar bahasa Inggris agar bisa masuk ke sekolah penerbangan dan. Dia pertama kali menerbangkan pesawat kargo. Dia mengaku pernah ditugaskan terbang ke medan perang dan terkadang bersama para korban perang yang dibungkus dalam kantong mayat.
”Saya tidak sabar untuk terbang meskipun ada risiko dan ancaman,” katanya kepada koresponden Tolo News yang terbang bersamanya ke Jalalabad, Afghanistan timur, pada bulan Mei lalu. ”Tapi gairah saya untuk terbang membantu saya menentang semua ancaman.”
Setahun yang lalu, pilot Rahmani menjadi komandan pengemudi pesawat yang dipuji para pemimpin koalisi AS. ”Dia adalah seorang pilot yang sangat berani dan terampil," kata pilot Angkatan Udara Afghanistan, Aimal Khair. “Dia telah membawa kehormatan Afghanistan.”
Sumber : Okezone
Menjadi pilot pesawat tempur telah menjadi tekadnya untuk melawan stereotip gender kuno yang tumbuh di negara asalnya. Saat berusia 21 tahun, Rahmani tanpa rasa takut telah menerbangkan pesawat tempur Cessna 208 keluar masuk zona konflik. Atas dedikasinya, dia diberi penghargaan “International Woman of Courage Award” dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS).
Tapi, saat ini pilot Rahmani terpaksa bersembunyi karena militan Taliban Afghanistan mengancam akan menghabisinya. Ancaman itu juga ditujukan pada keluarga besarnya. Dia diancam dibunuh Taliban katena bekerja di bidang yang digeluti kaum pria.
”Saya benar-benar ingin berada di militer. Saya benar-benar ingin berada di Angkatan Udara. Tapi saya tidak bisa terus hidup seperti ini,” katanya kepada Wall Street Journal.
Mimpinya menjadi pilot tempur juga dia ceritakan di akun Twitter-nya.
”Saya melihat ini sebagai kesempatan untuk mengejar impian seumur hidup saya menjadi pilot, dan saya tidak perlu berpikir dua kali untuk mendaftar pada layanan ini,” bunyi Tweet yang dia tulis pada tanggal 17 April 2015.
Mimpinya menjadi pilot tempur itu mulai dia rintis sejak usia 18 tahun. Dia mendapat dukungan penuh dari keluarganya, terutama sejak rezim Taliban yang memerintah Afghanistan tumbang pada 2001.
Selama pemerintahan Taliban berkuasa, keluarga Rahmani berani menentang “fatwa” ketat yang melarang pendidikan untuk anak perempuan. Rahmani pun memilih belajar di rumah keluarganya di Kabul.
Rahmani mengatakan ia selalu ingin menjadi pilot, dan bermimpi suatu hari dia akan terbang seperti burung dan memiliki sayap sendiri. Mimpi itu dia bagi dengan ayahnya, Abdoul Wakil, yang merindukan bisa bergabung dengan Angkatan Udara negaranya pada tahun 1980-an.
Dia menghabiskan waktu setahun untuk belajar bahasa Inggris agar bisa masuk ke sekolah penerbangan dan. Dia pertama kali menerbangkan pesawat kargo. Dia mengaku pernah ditugaskan terbang ke medan perang dan terkadang bersama para korban perang yang dibungkus dalam kantong mayat.
”Saya tidak sabar untuk terbang meskipun ada risiko dan ancaman,” katanya kepada koresponden Tolo News yang terbang bersamanya ke Jalalabad, Afghanistan timur, pada bulan Mei lalu. ”Tapi gairah saya untuk terbang membantu saya menentang semua ancaman.”
Setahun yang lalu, pilot Rahmani menjadi komandan pengemudi pesawat yang dipuji para pemimpin koalisi AS. ”Dia adalah seorang pilot yang sangat berani dan terampil," kata pilot Angkatan Udara Afghanistan, Aimal Khair. “Dia telah membawa kehormatan Afghanistan.”
Sumber : Okezone
No comments:
Post a Comment