Tiongkok kabarnya telah telah menandatangani nota kerjasama
pembangunan Terusan Kra dengan Thailand pada akhir pekan kemarin
(Minggu, 17/5). Kabar tersebut dilansir oleh surat kabar berbahasa
Mandarin yang berbasis di Hong Kong, Wen Wei Po seperti dikutip Mothership.
Bila tidak ada halangan, Terusan Kra yang memiliki panjang 102 kilometer, lebar 400 meter, dan kedalaman 20 meter itu akan bisa dibangun dalam kurun waktu 10 tahun mendatang dengan menelan anggaran 210 miliar dolar AS.
Bahkan bila melibatkan teknologi nuklir dalam konstruksi, rentang waktu pembangunan bisa dipangkas menjadi 7 tahun, tapi dengan anggaran yang lebih membengkak, yakni 360 miliar dolar AS.
Perlu diketahui, Thailand Kra Isthmus Canal atau yang biasa dikenal dengan sebutan Terusan Kra merupakan Terusan yang telah dirancang sejak tahun 1677 lalu saat Raja Thai Narai meminta insinyur Perancis de Lamar untuk meneliti kemungkinan membangun sebuah terusan yang bisa menghubungkan Samudera Hindia dan Laut China Selatan agar mempermudah transportasi.
Berbeda dengan Terusan Panama dan Terusan Suez, Terusan Kra hanya sebatas wacana selama berabad-abad dan belum terealisasikan hingga saat ini.
Bila berhasil dibangun, Terusan Kra akan bisa mempersingkat perjalanan sekitar 1.200 kilometer antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Selain itu, mengangkut kargo seberat 100 ribu ton melalui Terusan Kra juga bisa mempersingkat waktu pengiriman antara dua hingga lima hari dan menghemat sekitar 350 ribu dolar AS bahan bakar.
Selain pengehmatan waktu serta biaya angkut, Terusan Kra juga bisa memperbesar arus pengiriman logistik antara Asia Timur dan Eropa. Perjalanan yang ditempuh pun menjadi semakin ringkas tanpa perlu melalui Selat Malaka. Hal itu sekaligus mengurangi resiko ancaman bajak laut.
Dengan pembangunan Terusn Kra tersebut, Thailand kecipratan keuntungan dengan pengumpulan biaya tol, biaya pelabuhan dan sejumlah perkembangan lainnya terkait Terusan Kra.
Lantas mengapa Tiongkok ikut ambil bagian dalam pembangunan Terusan Kra?
Menurut United States Energy Information Administration, konsumsi minyak Tiongkok melampaui produksi minyak dalam negerinya. Hal itulah yang menyebabkan Tiongkok bergantung pada impor minyak mentah untuk menopang industri dalam negerinya. Sebagian besar minyak mentah Tiongkok berasal dari Timur Tengah dan Afrika.
Pengiriman minyak tersebut biasa dilakukan melalui jalur yang ada saat ini, yakni melintasi Selat Malaka, melalui Singapura, sebelum akhirnya tiba di Tiongkok. Dengan adanya Terusan Kra, rute pengiriman minyak bisa dipangkas.
Hal itu sekaligus bisa memangkas biaya angkut dan tentu saja hal itu memberikan dampat positif tersendiri bagi Tiongkok.
Bukan hanya itu, hal lain yang bisa menjadi alaan Tiongkok ikut ambil bagian dalam pembangunan Terusan Kra adalah karena pertimbangan strategis. Seperti diketahui, Angkatan Laut Amerika Serikat memiliki basis di Filipina dan sesekali berhenti di Singapura.
Karena hal itulah, Angkatan Laut Tiongkok perlu memiliki rute lainnya ke laut India yang jauh dari perairan yang disengketakan di Laut China Selatan.
Saat ini, kapal milik Tiongkok hanya bisa berlayar melalui Laut China Selatan, dekat dengan Kalimantan dan Kepulauan Spratly yang disengketajan. Namun jika Kanal Kra terbuka, kapal milik Tiongkok akan bisa mengambil rute yang lebih dekat ke Vietnam.
Sumber : RMOL
Bila tidak ada halangan, Terusan Kra yang memiliki panjang 102 kilometer, lebar 400 meter, dan kedalaman 20 meter itu akan bisa dibangun dalam kurun waktu 10 tahun mendatang dengan menelan anggaran 210 miliar dolar AS.
Bahkan bila melibatkan teknologi nuklir dalam konstruksi, rentang waktu pembangunan bisa dipangkas menjadi 7 tahun, tapi dengan anggaran yang lebih membengkak, yakni 360 miliar dolar AS.
Perlu diketahui, Thailand Kra Isthmus Canal atau yang biasa dikenal dengan sebutan Terusan Kra merupakan Terusan yang telah dirancang sejak tahun 1677 lalu saat Raja Thai Narai meminta insinyur Perancis de Lamar untuk meneliti kemungkinan membangun sebuah terusan yang bisa menghubungkan Samudera Hindia dan Laut China Selatan agar mempermudah transportasi.
Berbeda dengan Terusan Panama dan Terusan Suez, Terusan Kra hanya sebatas wacana selama berabad-abad dan belum terealisasikan hingga saat ini.
Bila berhasil dibangun, Terusan Kra akan bisa mempersingkat perjalanan sekitar 1.200 kilometer antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Selain itu, mengangkut kargo seberat 100 ribu ton melalui Terusan Kra juga bisa mempersingkat waktu pengiriman antara dua hingga lima hari dan menghemat sekitar 350 ribu dolar AS bahan bakar.
Selain pengehmatan waktu serta biaya angkut, Terusan Kra juga bisa memperbesar arus pengiriman logistik antara Asia Timur dan Eropa. Perjalanan yang ditempuh pun menjadi semakin ringkas tanpa perlu melalui Selat Malaka. Hal itu sekaligus mengurangi resiko ancaman bajak laut.
Dengan pembangunan Terusn Kra tersebut, Thailand kecipratan keuntungan dengan pengumpulan biaya tol, biaya pelabuhan dan sejumlah perkembangan lainnya terkait Terusan Kra.
Lantas mengapa Tiongkok ikut ambil bagian dalam pembangunan Terusan Kra?
Menurut United States Energy Information Administration, konsumsi minyak Tiongkok melampaui produksi minyak dalam negerinya. Hal itulah yang menyebabkan Tiongkok bergantung pada impor minyak mentah untuk menopang industri dalam negerinya. Sebagian besar minyak mentah Tiongkok berasal dari Timur Tengah dan Afrika.
Pengiriman minyak tersebut biasa dilakukan melalui jalur yang ada saat ini, yakni melintasi Selat Malaka, melalui Singapura, sebelum akhirnya tiba di Tiongkok. Dengan adanya Terusan Kra, rute pengiriman minyak bisa dipangkas.
Hal itu sekaligus bisa memangkas biaya angkut dan tentu saja hal itu memberikan dampat positif tersendiri bagi Tiongkok.
Bukan hanya itu, hal lain yang bisa menjadi alaan Tiongkok ikut ambil bagian dalam pembangunan Terusan Kra adalah karena pertimbangan strategis. Seperti diketahui, Angkatan Laut Amerika Serikat memiliki basis di Filipina dan sesekali berhenti di Singapura.
Karena hal itulah, Angkatan Laut Tiongkok perlu memiliki rute lainnya ke laut India yang jauh dari perairan yang disengketakan di Laut China Selatan.
Saat ini, kapal milik Tiongkok hanya bisa berlayar melalui Laut China Selatan, dekat dengan Kalimantan dan Kepulauan Spratly yang disengketajan. Namun jika Kanal Kra terbuka, kapal milik Tiongkok akan bisa mengambil rute yang lebih dekat ke Vietnam.
Sumber : RMOL
No comments:
Post a Comment