Presiden Prancis François Hollande mengumumkan kesepakatan jual beli
pesawat tempur senilai miliaran Euro dengan Qatar, negara asing ketiga
yang memutuskan membeli pesawat sejenis sepanjang tahun ini.
Pemerintah Prancis bekerjasama dengan industri pertahanan lokal Dassault semakin dekat untuk menuntaskan kontrak jual-beli 96 pesawat tempur Rafale.
Dari jumlah itu, India memesan 36 unit, Mesir 24 dan Qatar 24 dengan opsi pembelian ekstra 12 unit lagi, kata Hollande. Penandatanganan kontrak akan dilakukan di Doha, Qatar, pekan depan, dan Hollande dijadwalkan hadir.
“Ini merupakan sukses komersial ketiga yang kami raih dengan Rafale,” kata Hollande dalam jumpa pers di sebuah sekolah pelayaran di kota Brest, Kamis (30/4) waktu setempat. Turut hadir dalam acara itu Menteri Pertahanan Jean-Yves Le Drian.
Pesanan ini hadir pada momen krusial bagi Hollande dan negaranya, di mana penjualan ekspor akan membuat Dassault tetap aktif dan bisa menghindari pemecatan pegawai.
Hollande sendiri sedang dalam tekanan karena masalah ekonomi dan kurangnya lapangan kerja. Dassault juga mengalahkan Boeing dalam hal kontrak pesawat militer.
Sebagai tambahan, penjualan ke negara asing akan mengurangi beban pemerintah Prancis yang juga harus membeli dari Dassault agar perusahaan itu tetap hidup.
“Pabrik perakitan bisa menggarap 11 pesawat per tahun,” kata François Heisbourg, analis militer di lembaga Foundation for Strategic Research, AS.
“Semua pesawat biasanya dikirim ke Angkatan Udara Prancis, sekarang pesawat-pesawat itu bisa mengurangi jumlah pesawat yang harus dibeli Angkatan Udara Prancis."
Penjualan ke Qatar akan membantu negara Teluk itu memodernisasi armada tempurnya. Peran strategis Qatar di kawasan makin meningkat belakangan ini di tengah memanasnya situasi di Timur Tengah karena konflik bersenjata di Yaman, Irak, Libya dan Suriah.
Qatar adalah anggota Koalisi Negara-negara Teluk pimpinan Arab Saudi yang bertempur di Yaman.
Penjualan ini bernilai sekitar 6,3 miliar Euro (Rp 91,6 triliun), kata seorang pejabat Kementerian Pertahanan Prancis. Kesepakatan ini juga mencakup sistem persenjataan dengan produsen rudal Eropa, MBDA.
Jet tempur Rafale telah bertugas di militer Prancis sejak 2004, namun sebelum tahun ini Dassault selalu gagal melakukan penjualan ekspor.
Program Rafale menghabiskan dana negara yang sangat besar di mana pemerintah memesan ratusan unit dan telah menerima lebih dari setengahnya. Namun pada 2013, pemerintahan Hollande memangkas pesanan Rafale dari 286 unit menjadi 225, dan memperlambat tempo pengiriman dari 11 unit per tahun menjadi lima unit saja.
Qatar mengisyaratkan butuh 72 pesawat tempur baru, dan kesepakatan ini membuat Dassault berada di posisi sangat bagus untuk mendapat kontrak baru lagi.
Beberapa negara Teluk lainnya seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab memilih kombinasi pesawat Amerika-Eropa dalam armada tempur mereka.
Sumber : Beritasatu
Pemerintah Prancis bekerjasama dengan industri pertahanan lokal Dassault semakin dekat untuk menuntaskan kontrak jual-beli 96 pesawat tempur Rafale.
Dari jumlah itu, India memesan 36 unit, Mesir 24 dan Qatar 24 dengan opsi pembelian ekstra 12 unit lagi, kata Hollande. Penandatanganan kontrak akan dilakukan di Doha, Qatar, pekan depan, dan Hollande dijadwalkan hadir.
“Ini merupakan sukses komersial ketiga yang kami raih dengan Rafale,” kata Hollande dalam jumpa pers di sebuah sekolah pelayaran di kota Brest, Kamis (30/4) waktu setempat. Turut hadir dalam acara itu Menteri Pertahanan Jean-Yves Le Drian.
Pesanan ini hadir pada momen krusial bagi Hollande dan negaranya, di mana penjualan ekspor akan membuat Dassault tetap aktif dan bisa menghindari pemecatan pegawai.
Hollande sendiri sedang dalam tekanan karena masalah ekonomi dan kurangnya lapangan kerja. Dassault juga mengalahkan Boeing dalam hal kontrak pesawat militer.
Sebagai tambahan, penjualan ke negara asing akan mengurangi beban pemerintah Prancis yang juga harus membeli dari Dassault agar perusahaan itu tetap hidup.
“Pabrik perakitan bisa menggarap 11 pesawat per tahun,” kata François Heisbourg, analis militer di lembaga Foundation for Strategic Research, AS.
“Semua pesawat biasanya dikirim ke Angkatan Udara Prancis, sekarang pesawat-pesawat itu bisa mengurangi jumlah pesawat yang harus dibeli Angkatan Udara Prancis."
Penjualan ke Qatar akan membantu negara Teluk itu memodernisasi armada tempurnya. Peran strategis Qatar di kawasan makin meningkat belakangan ini di tengah memanasnya situasi di Timur Tengah karena konflik bersenjata di Yaman, Irak, Libya dan Suriah.
Qatar adalah anggota Koalisi Negara-negara Teluk pimpinan Arab Saudi yang bertempur di Yaman.
Penjualan ini bernilai sekitar 6,3 miliar Euro (Rp 91,6 triliun), kata seorang pejabat Kementerian Pertahanan Prancis. Kesepakatan ini juga mencakup sistem persenjataan dengan produsen rudal Eropa, MBDA.
Jet tempur Rafale telah bertugas di militer Prancis sejak 2004, namun sebelum tahun ini Dassault selalu gagal melakukan penjualan ekspor.
Program Rafale menghabiskan dana negara yang sangat besar di mana pemerintah memesan ratusan unit dan telah menerima lebih dari setengahnya. Namun pada 2013, pemerintahan Hollande memangkas pesanan Rafale dari 286 unit menjadi 225, dan memperlambat tempo pengiriman dari 11 unit per tahun menjadi lima unit saja.
Qatar mengisyaratkan butuh 72 pesawat tempur baru, dan kesepakatan ini membuat Dassault berada di posisi sangat bagus untuk mendapat kontrak baru lagi.
Beberapa negara Teluk lainnya seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab memilih kombinasi pesawat Amerika-Eropa dalam armada tempur mereka.
Sumber : Beritasatu
No comments:
Post a Comment