Nasib Inggris tergantung pada belas kasihan Rusia, karena manuver yang dilakukan pesawat-pesawat Rusia telah memperlihatkan dominasi negara itu atas pertahanan Inggris.
"Mereka (pesawat Rusia) terbang di kawasan ini untuk memeriksa pertahanan udara kita. Mereka mungkin telah mempelajari bahwa kita tidak setajam dulu," kata Menteri Pertahanan Inggris Michael Fallon.
Dikutip dari laman Daily Mail, Jumat 20 Februari 2015, setidaknya ada 17 insiden sejak akhir 2014, di mana pesawat militer, kapal, dan kapal selam Rusia melakukan perjalanan dekat dengan wilayah Inggris.
Beberapa petinggi militer Inggris juga mengeluarkan peringatan, setelah beberapa jet Inggris mencegat dua pesawat pembom Rusia yang mampu mengangkut rudal-rudal nuklir.
Mereka menyebut, Inggris tidak dapat mengatasi serangan Rusia, karena pertahanan udara Inggris akan dengan mudah dihancurkan oleh pesawat-pesawat tempur Rusia.
Tapi kekhawatiran itu ditepis oleh Perdana Menteri Inggris David Cameron. Dia menyebut, pencegatan itu justru memperlihatkan bahwa Inggris memiliki pesawat jet tercepat, pilot, dan sistem untuk melindungi negara.
Pernyataan Cameron itu segera dicemooh oleh mantan petinggi angkatan udara, yang mengatakan jumlah skuadron tempur Inggris berkurang banyak sejak berakhirnya Perang Dingin.
Saat ini, hanya tersisa tujuh skuadron dari sebelumnya 26 skuadron, sebagai akibat dari pemotongan anggaran angkatan udara oleh pemerintah. Sejak 2010, jumlah tentara dipangkas sebanyak 30 ribu personel.
Kapal, pesawat, dan tank juga dipangkas dalam upaya penghematan, membuat Kementerian Pertahanan Inggris kekurangan dana sebesar £40 miliar, atau hampir Rp800 triliun untuk belanja peralatan tempur.
"Typhoon adalah pesawat yang sangat baik, tetapi dengan jumlah yang sedikit, mereka akan dapat diatasi," kata Marsekal Udara (Purn) Andrew Lambert, yang memimpin pasukan aliansi di Irak pada 1999.
Sumber : Viva
No comments:
Post a Comment