Wakil Menteri Pertahanan Rusia Anatoliy Antonov melaporkan sekitar 15
ribu pasukan Ukraina saat ini bersiaga di perbatasan Ukraina-Rusia.
Padahal, tentara Rusia sudah ditarik dari wilayah perbatasan tersebut.
Menurut Antonov, hingga kini belum ada satu pun negara anggota NATO, termasuk Amerika Serikat, yang menggugat Rusia secara resmi atas tuduhan melanggar atau tidak melaksanakan kewajiban internasional di bidang persenjataan.
“Namun, pihak Barat bersikukuh kami harus melakukan ‘transparansi’ dan memberi mereka akses untuk melakukan inspeksi di wilayah Rusia,” terang Antonov.
Sumber : RBTH
Menurut Antonov, hingga kini belum ada satu pun negara anggota NATO, termasuk Amerika Serikat, yang menggugat Rusia secara resmi atas tuduhan melanggar atau tidak melaksanakan kewajiban internasional di bidang persenjataan.
“Namun, pihak Barat bersikukuh kami harus melakukan ‘transparansi’ dan memberi mereka akses untuk melakukan inspeksi di wilayah Rusia,” terang Antonov.
Berdasarkan pembicaraan via telepon antara Menteri
Pertahanan Rusia dan Amerika Serikat, pasukan Rusia telah mundur ke
tempat dislokasi permanen saat latihan militer di sekitar perbatasan
dengan Ukraina berakhir pada akhir April lalu.
Antonov menambahkan, dalam dua bulan terakhir Rusia
telah memfasilitasi puluhan kegiatan inspeksi, termasuk patroli
penerbangan di sekitar perbatasan Ukraina-Rusia. “Kami berusaha mematuhi
perjanjian Treaty on Open Skies dan Konvensi Wina 2011,” ujar Antonov.
Pada Selasa (6/5) lalu, pengawas Treaty on Open Skies
melakukan patroli penerbangan di sepanjang perbatasan Kharkov dan
Lugansk, Ukraina. Pada Rabu (7/5), patroli tersebut terbang di sekitar
perbatasan selatan Bryansk, Rusia dan wilayah perkotaan Gluzkhov-Sumy,
Ukraina.
Menurut Antonov, Rusia tidak menghalangi pemilihan rute
pemeriksaan yang dilakukan. Dan terbukti, patroli tidak menemukan
indikasi gerakan militer rahasia di wilayah-wilayah tersebut.
Namun, media massa menyebarkan ‘propaganda klise’
yang justru berkebalikan dengan hasil pengawasan. “Mereka menuduh Rusia
telah melanggar kewajiban,” ujar Antonov.
Antonov menyayangkan dalam situasi tegang seperti ini
Ukraina malah melakukan perekrutan tentara dan mengirimkan 15 ribu
pasukan ke perbatasan Ukraina-Rusia.
Menurut Antonov, hal tersebut malah
berpotensi meningkatkan ketegangan di Ukraina.
Sementara itu, meski Presiden Rusia Vladimir Putin
menawarkan penundaan referendum di wilayah Timur-Selatan Ukraina, para
simpatisan federalisasi (pro-Rusia) tidak berniat mengubah rencana
mereka.
Dalam laporan RIA Novosti, Deputi Pemerintahan Daerah Republik
Rakyat Donetsk Denis Pushilin menyatakan semua anggota perwakilan daerah
Lugansk dan Donetsk menolak penundaan referendum.
Pushilin menambahkan,
operasi militer yang dilakukan pemerintah sementara Kiev di Timur
Ukraina dan tragedi Odessa malah memperkuat keinginan masyarakat melakukan referendum kemerdekaan Donbass (sebutan untuk daerah Donetsk dan Lugansk).
“Kami menghargai usaha Vladimir Putin untuk memberi
solusi terhadap situasi yang terjadi, tetapi kami hanya juru bicara
masyarakat, kami menyampaikan apa yang diinginkan rakyat,” ujar Pushilin
seperti dikutip RIA Novosti.
Di dalam referendum tersebut, masyarakat akan diberi
pilihan mendukung kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk atau tetap bersatu
dengan Ukraina.
Sementara, Sekretaris Badan Keamanan dan Pertahanan
Nasional Ukraina Andrey Parubiy menyatakan operasi militer di
Timur-Selatan Ukraina akan terus berjalan tanpa menghiraukan hasil
referendum.
No comments:
Post a Comment