Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta Pemerintah Australia
menjalankan enam syarat yang diajukan Pemerintah Republik Indonesia
(RI), baru berbicara tentang normalisasi hubungan RI-Australia.
Enam syarat yang disampaikan RI, di antaranya perlu dibentuknya kode etik dan protokol yang mengatur kesepakatan hubungan RI-Australia menyusul ketegangan hubungan diplomatik akibat skandal penyadapan oleh Badan Intelijen Australia (DSD) terhadap telepon seluler SBY, istrinya, dan sejumlah menteri pada 2009.
"Itu prinsip, kita tidak bisa maju tanpa adanya saling menghormati, saling mempercayai," ujar Presiden saat memberikan keterangan pers di Pendopo Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Jumat (6/12).
Presiden mengaku telah melakukan pembicaraan telepon selama 30 menit dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Marty secara eksplisit menjelaskan kepada presiden mengenai pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop di Bali, Kamis (5/12).
Pada pertemuan itu, lanjut Presiden, Bishop secara terbuka menyampaikan penyesalan mendalam atas skandal penyadapan telepon sejumlah pejabat tinggi negara. Namun, rasa penyesalan itu belum cukup hingga Pemerintah Australia menjalankan persyaratan yang ditetapkan RI.
"Biarlah mengalir dulu sampai Indonesia yakin. Saya yakin, bahwa ke depan tidak ada lagi hal seperti itu dan kita bisa menjalin kerja sama dengan baik," kata presiden.
Dia menyatakan bahwa bagi Indonesia, menyadap pembicaraan Kepala Negara sahabat berarti tidak mempercayai dan menghormati. Oleh karena itu, RI berkeinginan untuk membangun suatu hubungan baru dengan kesepakatan bahwa semuanya harus memiliki penghormatan dan kepercayaan kepada mitranya.
"Sikap kita jelas dan tegas, penyadapan ini suatu yang serius dan kita tidak bisa dianggap berlangsung begitu saja,"kata presiden.
Menurut Presiden, pada pertemuan dengan Menlu Marty Natalegawa, Bishop menyatakan bahwa Australia konsekuen untuk menghormati kedaulatan dan keutuhan NKRI.
"Tapi bagaiman pun harus kita selesaikan dulu masalah penyadapan ini sampai beres, kemudian kita siap melaksanakan normalisasi hubungan bilateral kedua negara," katanya.
Sumber : Beritasatu
Enam syarat yang disampaikan RI, di antaranya perlu dibentuknya kode etik dan protokol yang mengatur kesepakatan hubungan RI-Australia menyusul ketegangan hubungan diplomatik akibat skandal penyadapan oleh Badan Intelijen Australia (DSD) terhadap telepon seluler SBY, istrinya, dan sejumlah menteri pada 2009.
"Itu prinsip, kita tidak bisa maju tanpa adanya saling menghormati, saling mempercayai," ujar Presiden saat memberikan keterangan pers di Pendopo Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Jumat (6/12).
Presiden mengaku telah melakukan pembicaraan telepon selama 30 menit dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Marty secara eksplisit menjelaskan kepada presiden mengenai pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop di Bali, Kamis (5/12).
Pada pertemuan itu, lanjut Presiden, Bishop secara terbuka menyampaikan penyesalan mendalam atas skandal penyadapan telepon sejumlah pejabat tinggi negara. Namun, rasa penyesalan itu belum cukup hingga Pemerintah Australia menjalankan persyaratan yang ditetapkan RI.
"Biarlah mengalir dulu sampai Indonesia yakin. Saya yakin, bahwa ke depan tidak ada lagi hal seperti itu dan kita bisa menjalin kerja sama dengan baik," kata presiden.
Dia menyatakan bahwa bagi Indonesia, menyadap pembicaraan Kepala Negara sahabat berarti tidak mempercayai dan menghormati. Oleh karena itu, RI berkeinginan untuk membangun suatu hubungan baru dengan kesepakatan bahwa semuanya harus memiliki penghormatan dan kepercayaan kepada mitranya.
"Sikap kita jelas dan tegas, penyadapan ini suatu yang serius dan kita tidak bisa dianggap berlangsung begitu saja,"kata presiden.
Menurut Presiden, pada pertemuan dengan Menlu Marty Natalegawa, Bishop menyatakan bahwa Australia konsekuen untuk menghormati kedaulatan dan keutuhan NKRI.
"Tapi bagaiman pun harus kita selesaikan dulu masalah penyadapan ini sampai beres, kemudian kita siap melaksanakan normalisasi hubungan bilateral kedua negara," katanya.
Sumber : Beritasatu
No comments:
Post a Comment