Monday, 2 December 2013

Mesir-Rusia Gelar Pertemuan Militer Bersejarah

Mesir dan Rusia menggelar diskusi militer tingkat tinggi. Kedua negara menganggap diskusi ini sebagai langkah pengaktifan kembali hubungan antara Kairo dan Moskow. 

Di lain sisi, timbul dugaan bahwa Mesir tengah mengatur ulang kebijakan luar negerinya sebagai bentuk kekecewaan terhadap Amerika Serikat (AS).
 

Dalam diskusi ini, Rusia mengirimkan delegasi dari kementerian luar negeri dan pertahanan. Kunjungan mereka dinilai sebagai cara Moskow mengambil keuntungan dari ketegangan antara AS dan para sekutu Arabnya. Dengan begitu, Moskow dapat memulihkan pengaruh di Timur Tengah, sesuatu yang hilang kala Uni Soviet runtuh.

“Rusia bukanlah pemain pengganti bagi sekutu mana pun,” sahut Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Nabil Fahmy dalam konferensi pers bersama Menlu Rusia Sergei Lavrov. “Pengaruh Rusia begitu besar sehingga tidak dapat dipandang sebagai pengganti bagi negara manapun.”

Uni Soviet merupakan sekutu utama Mesir dan beberapa negara Arab lain sepanjang periode 1950-an dan 1960-an. Saat itu, Uni Soviet bertempur melawan Israel—yang disokong AS—dalam serangkaian perang Timur Tengah.

Presiden Mesir saat itu, Gamal Abdel Nasser, dielu-elukan Uni Soviet karena memberlakukan kebijakan nasionalis. Kebijakan Nasser dianggap sebagai senjata guna menantang pengaruh AS di Timur Tengah.

Agenda diskusi pekan ini merupakan rapat militer level tertinggi antara kedua negara, terhitung sejak 1970-an. Sekitar 40 tahun lalu, pemerintahan Mesir mengusir penasihat militer Uni Soviet dari negara mereka. Kairo kemudian beralih fokus ke negara-negara Barat.

Kunjungan dua hari delegasi Rusia dipahami sebagai momen bersejarah, baik oleh Rusia maupun Mesir. Beberapa pejabat mengungkap kedua delegasi akan menegosiasikan kesepakatan jual beli persenjataan. Namun hingga kini belum ada penjabaran mengenai pakta itu.

“Hari ini kami melanjutkan diskusi mengenai program militer serta kerja sama teknik militer,” papar Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu di Kairo, demikian keterangan kantor berita Interfax Rusia. “Kami bersepakat akan meresmikan rencana ini secara hukum,” katanya lagi.

“Kerja sama teknik militer” merupakan istilah yang biasa dipakai pejabat Rusia untuk mengacu kepada penjualan senjata.

Menurut menteri pertahanan sekaligus komandan tertinggi militer Mesir, Abdel Fattah Al Sisi, kunjungan mengisyaratkan “kerja sama menguntungkan pada level militer,” seperti disitir kantor berita Mesir.

Bagaimanapun, Mesir tampaknya sulit mengeluarkan uang untuk sistem persenjataan terbaru Rusia. Terlebih sistem ini dianggap cukup sulit berintegrasi dengan sistem persenjataan AS yang kini dipakai Mesir.

AS merupakan penyokong finansial dan militer terkuat Mesir dalam 30 tahun terakhir. Namun, bantuan AS terkesan biasa-biasa saja kala Mesir membentuk pemerintahan sementara pascakudeta terhadap Muhammad Mursi, presiden terpilih pertama Mesir.


Sumber : Indo

No comments:

Post a Comment