Friday, 6 December 2013

Disadap Australia, Timor Leste Berniat Batalkan Kesepakatan Bisnis

Pemerintah Timor Leste menyatakan berupaya membatalkan kesepakatan bisnis soal minyak bernilai miliaran dolar dengan Australia. 

Hal itu dipicu terbongkarnya aksi penyadapan di ruang Kabinet Timor Leste oleh Badan Intelijen Australia (ASIS).

Harian Australia, Sydney Morning Herald (SMH), Jumat, 6 Desember 2013 melansir sidang arbitrase untuk membahas kasus itu akan dimulai hari ini atau Kamis waktu Den Haag, Belanda. 


Menurut Duta Besar Timor Leste untuk Inggris, Joaquim da Fonseca, perwakilan dari negaranya menghabiskan waktu kurang lebih tujuh jam bersama Negeri Kanguru di dalam pembicaraan tertutup di Sidang Permanen Arbitrasi.

Topik pembicaraan yang didiskusikan kedua belah pihak, ujar da Fonseca, membahas mengenai pedoman prosedur untuk kasus sengketa yang dapat berlangsung selama hampir setahun. Namun, da Fonseca menyebut pembicaraan kedua pihak berlangsung sangat kooperatif dan lingkungan yang damai.

"Kami melalui pembicaraan yang sangat produktif hari ini. Kami menyayangkan hal semacam ini harus terjadi, khususnya setelah peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu 48 jam terakhir," kata da Fonseca.

Peristiwa 48 jam yang dirujuk oleh da Fonseca soal adanya penggeledahan yang dilakukan oleh dua agen Badan Intelijen Australia (ASIO) di kediaman pengacara yang mewakili Timor Leste, Bernard Collaery. Selain itu, kedua agen ASIO turut merazia kediaman saksi kunci aksi penyadapan yang diduga dilakukan Australia.

Saksi kunci itu sempat ditahan selama beberapa jam. Paspornya juga ikut dicabut.

 
Xanana Kecam

Aksi penggeledahan itu, turut membuat Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao, pada Rabu kemarin, menyebutnya sebagai aksi agresif terhadap saksi kunci dan tidak dapat diterima.  

"Tindakan demikian tidak patut dilakukan oleh seorang teman dekat dan negara tetangga seperti negara semacam Australia," ujar Xanana.

Sementara Jaksa Umum, George Brandis, mengaku mengizinkan aksi penggeledahan sebagai respons permintaan dari Direktur ASIO, David Irvine. Menurut Irvine, saksi kunci tersebut dianggap telah melanggar hukum dengan membocorkan informasi rahasia.

Dalam kesempatan itu, da Fonseca mengatakan di hadapan tim penasihat Australia, bahwa aksi penggeledahan sangat disayangkan untuk terjadi, namun hal itu tidak akan menciutkan langkah mereka untuk mencabut kesepakatan bisnis tersebut.  "Terlepas dari kejadian yang menimpa 48 jam lalu, kami tidak terpengaruh dalam menghadapi kasus ini," kata dia.

Bahkan da Fonseca sangat yakin Timor Leste dapat memenangkan kasus tersebut. Selain itu, negaranya, lanjut da Fonseca, juga tidak akan melakukan apa pun yang dapat membingungkan hubungan kedua negara.  "Kecuali kami memiliki sesuatu yang kami yakini," imbuhnya.

Di tahun 2014, kedua pihak dijadwalkan akan saling bertukar pembelaan tertulis dan sebuah sidang dengar juga akan digelar.

Pemerintah Timor Leste sengaja membawa kasus ini hingga ke sidang arbitrase lantaran mereka tidak puas dengan penjelasan soal aksi spionase yang dilakukan oleh Australia.

Pada tahun 2006 silam, kedua negara meneken kesepakatan pengaturan batas maritim di Laut Timor (CMATS). Kesepakatan itu ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer, dan Menlu Jose Ramos-Horta.

Kontrak tersebut akan mulai berlaku efektif tahun 2014. Dalam CMATS tertuang poin, kedua pihak akan berbagi keuntungan masing-masing 50 persen dari area minyak dan gas Greater Sunrise. Diduga di dalam area laut itu, terbenam kekayaan SDA gas dan minyak senilai AUD40-50 miliar.

Namun, gara-gara skandal penyadapan di ruang kabinet terbongkar, Timor Leste menolak memenuhi kesepakatan itu. Dengan adanya tindakan tersebut, Australia dinilai Timor Leste telah melanggar hukum internasional.

Sumber : Vivanews

No comments:

Post a Comment