Friday, 12 July 2013

Ramadan, Tentara Thailand dan Pemberontak Gencatan Senjata

Pemerintah Thailand dan kelompok pemberontak Muslim yang berada di bagian selatan sepakat melakukan gencatan senjata selama bulan Ramadan. 

Kesepakatan yang dilakukan hanya secara verbal ini dibantu Malaysia yang bertindak sebagai juru runding bagi kedua pihak.

Kantor berita BBC, Jumat, 12 Juli 2013 melansir kedua pihak telah mencapai kesamaan pemahaman untuk bekerja sama dan tidak melakukan tindak kekerasan selama Ramadan. Hal itu diungkap oleh juru runding dari Malaysia,  Ahmad Zamzamin Hashim.

Dalam kesepakatan yang diberi nama Insiatif Damai Ramadan, pihak tentara keamanan Thailand akan menghindari tindakan agresif. Sementara beberapa tentara kelompok pemberontak, termasuk Barisan Revolusi Nasional (BRN), sepakat berjanji untuk tidak terlibat dalam serangan bersenjata, pemboman serta penyergapan terhadap tentara keamanan Thailand dan publik.

"Ini merupakan satu batu loncatan yang ingin kami capai di masa mendatang. Apabila tidak ada konflik senjata lagi maka kami dapat melihat cahaya di ujung terowongan," ujar Ahmad kepada media.

Kesepakatan ini berlaku selama 40 hari mendatang, terhitung tanggal 10 Juli hingga 18 Agustus, dan mencakup beberapa provinsi seperti Yala, Pattani, Narathiwat dan Songkhla. Untuk merealisasikan kesepakatan itu, beberapa pejabat berwenang Thailand telah mensterilisasi jalan-jalan yang sebelumnya diblokir.

Militer Thailand juga telah menarik para tentaranya dari beberapa desa di bagian selatan untuk mengurangi ketegangan konflik. Kepala Dewan Keamanan Nasional Thailand dan ketua juru runding, Paradorn Pattanatabut, menyambut baik janji yang dipegang teguh oleh kelompok pemberontak melalui kesepakatan ini.

Walaupun dia menyadari bahwa beberapa kelompok separatis lainnya menolak untuk berdialog dengan pihak militer.

"Namun saya yakin BRN dapat mengatasi tindak kekerasan di sana. Di masa lalu mereka tidak pernah keluar dan membuat sebuah pengumuman yang jelas mengenai tujuan akhirnya," ujar Paradorn.

Menurut laporan BBC, kesepakatan ini rentan dilanggar karena hanya merupakan persetujuan bersama secara verbal dan tanpa penandatanganan hitam di atas putih. Kendati sebelumnya sudah pernah ada pembicaraan mengenai perdamaian, namun kesepakatan kali ini dianggap berbeda, karena untuk kali pertama, pemerintah Thailand mengakui kelompok pemberontak serta bersedia mendengarkan tuntutan mereka.

Sebelumnya pada bulan April kemarin, kelompok BRN telah membuat tuntutan publik yang serius termasuk ingin memisahkan diri dari Kerajaan Thailand. Menurut juru runding Thailand, pemerintah telah mengajukan ide untuk membentuk pemerintahan administrasi yang dipilih secara lokal.

Namun pemerintah pusat tetap tidak akan memberikan hak otonomi penuh kepada daerah selatan karena berdasarkan konstitusi Thailand, keseluruhan wilayah tidak boleh terpisah. Konflik antara tentara separatis dengan militer Thailand hampir memasuki satu dekade.

Sejak tahun 2004 silam, tercatat sebanyak 5.700 nyawa melayang akibat peristiwa baku tembak yang terjadi di kedua pihak. Salah satu alasan mereka ingn memisahkan diri karena perkembangan ekonomi di daerah selatan tidak seimbang. Di daerah selatan, penduduk di beberapa desa masih mengalami kurangnya pasokan listrik, transportasi umum dan pompa air.


Sumber : Vivanews

No comments:

Post a Comment