Saat ini, Moskow dan
Kairo sedang merundingkan kerja sama senilai tiga miliar dolar AS untuk
pasokan 24 jet tempur MiG-35 ke Mesir.
Mikhail Riyabov, anggota tim penasihat militer Rusia selama Perang Arab-Israel 1973 mengatakan pada Al Ahram Weekly Kairo bahwa Moskow dan Kairo telah mencapai kesepakatan dan kerja sama tersebut akan terealisasi dalam waktu dekat.
Penjualan MiG-35 yang dibahas saat kunjungan delegasi militer Rusia ke Mesir pada April lalu tersebut merupakan kemajuan pesat bagi hubungan bilateral Kairo dan Moskow.
Namun, jika pembiayaan ‘petrodollar’
tersebut tidak terwujud pun bukan berarti Moskow akan mundur dari
kesempatan strategis untuk bekerja sama dengan Mesir. Kartel ekspor
senjata Rusia Rosoboronexport telah membukukan penjualan tinggi di
seluruh dunia dan mereka dapat memanfaatkan pinjaman yang diberikan oleh
pemerintah Rusia.
Sumber : RBTH
Mikhail Riyabov, anggota tim penasihat militer Rusia selama Perang Arab-Israel 1973 mengatakan pada Al Ahram Weekly Kairo bahwa Moskow dan Kairo telah mencapai kesepakatan dan kerja sama tersebut akan terealisasi dalam waktu dekat.
Penjualan MiG-35 yang dibahas saat kunjungan delegasi militer Rusia ke Mesir pada April lalu tersebut merupakan kemajuan pesat bagi hubungan bilateral Kairo dan Moskow.
Perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk lisan, tidak
tertulis di atas kertas, karena Mesir dipimpin oleh pemerintah interim.
Rusia bertaruh jika Marsekal Abdel-Fattah Al-Sisi memenangkan pemilu, ia
harus melaksanakan perjanjian tersebut di awal masa jabatannya.
Ternyata, Al-Sisi dengan mudah memenangkan pemilu tersebut.
Selain pasokan jet tempur, ruang lingkup kesepakatan
Rusia dan Mesir bisa melebar untuk pasokan alutsista lain seperti rudal
anti-tank dan sistem pertahanan pesisir.
Tentang MiG-35
Angkatan Udara Mesir selama ini bergantung pada jet
F-16 usang buatan AS. Tentu mereka akan senang menerima pesawat tempur
canggih baru buatan Rusia.
MiG-35 pertama kali dipamerkan dalam sebuah
pertunjukan udara di Bangalore pada 2007. Pesawat multiperan tersebut
mampu melakukan misi udara dengan baik serta menyerang target darat
dalam semua kondisi cuaca.
MiG-35 versi ekspor akan dilengkapi dengan
radar Zhuk-AE jenis active electronically scanned array (AESA) dan kompatibel dengan sistem senjata Rusia dan Barat.
Para pengkritik mengatakan MiG-35 hanyalah MiG-29
dalam kemasan baru. Tapi kenyataannya, MiG-35 adalah pesawat yang jauh
lebih canggih, yang diklasifikasikan sebagai jet tempur generasi 4++.
MiG juga berukuran 30 persen lebih besar dibanding pendahulunya.
Pesawat ini tidak hanya piawai dalam pertempuran
udara jarak pendek serta mampu menetralisir pesawat tempur serangan dan
rudal jelajah, tapi juga dapat menghancurkan target di permukaan tanah
dan laut dari jarak jauh, serta melakukan misi pengintaian udara.
Pesawat ini juga memiliki beberapa karakteristik siluman karena
penggunaan kompositnya.
Pesawat ini tidak lagi dianaktirikan dalam militer Rusia. Menurut Komandan Jenderal Angkatan Udara Rusia Alexander Zelin, militer Rusia
akan menggunakan pesawat tempur
multi-peran MiG-35D baru untuk
menghadapi pesawat siluman terbaru Amerika F-35, sampai pesawat tempur
siluman PAK-FA diperkenalkan. “Kelak kami akan beralih ke PAK-FA, tapi saat ini kami terus mengembangkan proyek pesawat ringan MiG-35D,” ungkap Zelin.
Perebutan Posisi di Timur Tengah
Jika transaksi pesawat tersebut berjalan lancar, maka dapat
disimpulkan Rusia berhasil ke jantung Timur Tengah setelah 40 tahun
bergelut di rimba diplomatik. Pada
1972, Presiden Mesir Anwar Sadat mengusir lebih dari 17.000 penasihat
militer Soviet dari Mesir dan berafiliasi dengan Amerika Serikat dan
Israel.
Kesepakatan ini bukan hanya menandai melemahnya pengaruh AS
di kawasan Mesir, tapi juga mengukuhkan prestasi Rusia dalam
pergumulan strategis dengan Barat, setelah kasus Suriah dan Krimea.
Menurut analis strategis Yiftah Shapir, Zvi Magen, dan Gal Perel dari Institut Studi Keamanan Nasional Israel, Rusia
telah menjadikan Timur Tengah sebagai medan lain dalam perjuangan
global melawan Barat, untuk menyeimbangkan tekanan terhadapnya di Eropa
Timur.
“Jadi, Rusia memiliki kepentingan konkret dalam kerja sama bidang
militer dengan Mesir, karena hal itu dapat meningkatkan posisi
internasional Rusia secara signifikan dan menjadi contoh bagi negara
lain di kawasan tersebut untuk memperluas kerja sama,” tutur para
analis.
Siapa yang Membayar?
Kondisi Mesir saat ini nyaris pailit. Sejak kepergian
Rusia pada 1970-an, kebutuhan pertahanan negara tersebut dipenuhi oleh
Amerika Serikat. Namun pada Oktober 2013, AS mengatakan akan “mengkaji
ulang” bantuan pertahanan ke Mesir dan menangguhkan sebagian bantuan
karena ketentuan hukum AS yang melarang pengadaan senjata bagi rezim
yang berkuasa melalui kudeta militer.
Mesir tentu kesulitan membiayai sendiri pembelian senjata skala besar tersebut. Tersiar kabar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab bersedia membayari pesawat MiG tersebut.
Kedua kediktatoran teluk itu jelas ada di kubu AS, tetapi akhir-akhir
ini mereka berusaha memperbaiki hubungan dengan Moskow.
Pihak Saudi,
yang secara terbuka mendukung fundamentalis Islam di Suriah dalam upaya
untuk menggulingkan Presiden Bashar Al-Assad, frustrasi ketika Amerika
Serikat berbalik arah dan memutuskan untuk tidak menyerang Suriah.
Arab Saudi juga mengkhawatirkan tawaran diplomatik AS
kepada musuh bebuyutannya, Iran. Karena itu, penguatan Mesir,
satu-satunya negara Arab—setelah remuknya kekuatan Irak—yang dapat
berdiri sebagai benteng melawan pihak Persia yang ditakuti, merupakan
salah satu kepentingan Riyadh.
Sumber : RBTH
No comments:
Post a Comment