New York - Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa akhirnya menyetujui traktat tentang
perdagangan senjata global dalam sidang di New York, Amerika Serikat,
Selasa, 2 April 2013.
Traktat itu akan mengatur bisnis senjata yang
nilainya mencapai US$ 70 miliar dan menjaga agar itu tak jatuh ke tangan
pelanggar hak asasi manusia.
Iran, Suriah, dan Korea Utara menyatakan menolak perjanjian tersebut. Ketiganya juga menyampaikan sikap yang sama saat konferensi PBB soal perdagangan senjata, Rabu, 28 Maret 2013. Akibat penolakan ketiganya, rancangan perjanjian itu tak bisa disepakati melalui konsensus.
Perjanjian itu disetujui PBB melalui voting dengan 154 suara menyatakan setuju, tiga menolak, dan 23 abstain.
Iran, yang sedang dalam embargo senjata PBB atas program nuklirnya, bersemangat untuk memastikan impor senjata dan ekspor tidak dibatasi. Sementara pemerintah Suriah, yang terlibat dalam perang sipil yang sudah berlangsung dua tahun, bergantung pada senjata dari Rusia dan Iran. Korea Utara juga berada di bawah embargo senjata PBB karena program nuklirnya dan rudalnya.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyambut baik hasil sidang tersebut. Ia menilai perjanjian ini "akan membantu untuk menjaga panglima perang, bajak laut, teroris, dan penjahat tak mendapatkan senjata mematikan."
Perjanjian itu akan dibuka penandatanganannya pada 3 Juni dan akan mulai berlaku 90 hari setelah ada 50 negara yang meratifikasinya. Duta Besar Meksiko di PBB Luis Alfonso de Alba kepada wartawan mengatakan, biasanya perjanjian itu memakan waktu dua sampai tiga tahun untuk mulai berlaku. Namun ia berharap perjanjian ini bisa berlaku lebih cepat.
Produsen senjata utama seperti Cina dan Rusia bergabung dengan Kuba, Bolivia, Nikaragua, Indonesia, dan sejumlah negara lainnya yang memilih bersikap abstain.
Iran, Suriah, dan Korea Utara menyatakan menolak perjanjian tersebut. Ketiganya juga menyampaikan sikap yang sama saat konferensi PBB soal perdagangan senjata, Rabu, 28 Maret 2013. Akibat penolakan ketiganya, rancangan perjanjian itu tak bisa disepakati melalui konsensus.
Perjanjian itu disetujui PBB melalui voting dengan 154 suara menyatakan setuju, tiga menolak, dan 23 abstain.
Iran, yang sedang dalam embargo senjata PBB atas program nuklirnya, bersemangat untuk memastikan impor senjata dan ekspor tidak dibatasi. Sementara pemerintah Suriah, yang terlibat dalam perang sipil yang sudah berlangsung dua tahun, bergantung pada senjata dari Rusia dan Iran. Korea Utara juga berada di bawah embargo senjata PBB karena program nuklirnya dan rudalnya.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyambut baik hasil sidang tersebut. Ia menilai perjanjian ini "akan membantu untuk menjaga panglima perang, bajak laut, teroris, dan penjahat tak mendapatkan senjata mematikan."
Perjanjian itu akan dibuka penandatanganannya pada 3 Juni dan akan mulai berlaku 90 hari setelah ada 50 negara yang meratifikasinya. Duta Besar Meksiko di PBB Luis Alfonso de Alba kepada wartawan mengatakan, biasanya perjanjian itu memakan waktu dua sampai tiga tahun untuk mulai berlaku. Namun ia berharap perjanjian ini bisa berlaku lebih cepat.
Produsen senjata utama seperti Cina dan Rusia bergabung dengan Kuba, Bolivia, Nikaragua, Indonesia, dan sejumlah negara lainnya yang memilih bersikap abstain.
Sumber : Tempo
No comments:
Post a Comment