Tuesday 21 October 2014

Rusia Kerahkan Kekuatan Nuklirnya, AS Ketir-ketir

Rusia mengerahkan kekuatan senjata nuklirnya secara besar-besaran. Hal itu membuat Amerika Serikat (AS) mulai ketar-ketir.

Menurut laporan Departemen Luar Negeri AS, yang dikutip Russia Today, semalam (6/10/2014), Rusia memiliki 1.642 rudal nuklir yang siap diluncurkan. Angka itu menyangingi kepemilikan rudal nuklir AS.

Kedua negara itu mulai meningkatkan persenjataan nuklir sejak krisis Ukraina pecah. AS kerap menyalahkan Rusia, dalam krisis Ukraina dan mengklaim akan selalu melindungi Ukraina jika diserang Rusia.

Laporan AS itu berdasarkan angka resmi yang dipertukarkan antara kedua negara sebagai bagian dari perjanjian baru perlucutan senjata.

Sebelum data terbaru dirilis Departemen Luar Negeri AS, Washington sebelumnya diketahui memiliki kapasitas 1.585 rudal nuklir, sedangan Moskow memliki 1.512 rudal nuklir.

Angka kepemilikan rudal nuklir Rusia saat ini dianggap AS sebagai pelanggaran perjanjian START yang diteken pada 2010 oleh Presiden Barack Obama dan Presiden Dmitry Medvedev. Dalam perjanjian itu, kedua negara sepakat mengatur batas kepemilikan senjata, maksimal 1.550 hulu ledak.

Namun, secara keseluruhan, Pusat Otoritatif untuk Pengendalian Senjata dan Non-Proliferasi percaya Moskow sebenarnya memiliki lebih dari 8.000 hulu ledak, dan Washington memliki lebih dari 7.000 hulu ledak.

Persaingan senjata nuklir AS dan Rusia kembali terasa, ketika Mokow baru-baru ini mengumumkan rencana perombakan senjata nuklir seluruh nya pada tahun 2020. Tidak main-main, Rusia dalam proyek itu menganggarkan $700 miliar.

Presiden Rusia, Vladimir Putin, baru-baru ini juga mengklaim Rusia memiliki rudal supersonik, yang tidak bisa ditembak jatuh oleh sistem pertahanan rudal di dunia.

Sejak itu, Washington meningkatkan alarm terkait kekuatan persenjataan Kremlin. ”Penipuan Rusia dalam negosiasi pengurangan senjata nuklir merupakan ancaman langsung terhadap Amerika Serikat,” kata Jim Inhofe, anggota Senat Subkomite Angkatan Bersenjata Strategis Amerika Serikat dalam sebuah editorial di media AS.


Sumber : Sindo

No comments:

Post a Comment