Wednesday 14 May 2014

Menlu Perancis Pertahankan Penjualan Kapal Perang ke Rusia

Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius, di Washington, Selasa (13/5/2014), mempertahankan penjualan dua kapal perang ke Rusia meski ditentang Amerika Serikat. 

Namun, Perancis masih membuka pintu untuk meninjau kembali kontrak penjualan itu pada Oktober.

Berdasarkan perjanjian senilai 1,2 miliar dollar AS tahun 2011, Perancis harus mengirimkan dua kapal perang Mistral ke Rusia. Kapal pertama dijadwalkan akan dikirim pada Oktober 2014 dan yang kedua tahun 2015.

Sejauh ini Perancis menolak tekanan untuk menangguhkan kontrak kontroversial itu, yang telah memicu protes dari Amerika Serikat dan sekutu-sekutu NATO lainnya.

"Perancis tidak membutuhkan pelajaran ketegasan dari siapa pun," kata Fabius. "Perancis akan melakukan tugasnya, baik terkait Ukraina maupun di tempat lainnya."

Namun, "aturan terkait kontrak adalah kontrak yang telah ditandatangani harus dihormati," kata menteri luar negeri itu dalam sebuah konferensi pers selama kunjungan dua harinya di Washington. "Secara legal, kami tidak punya kemungkinan untuk tidak menghormati kontrak itu," tambahnya. Ia menjelaskan bahwa Rusia telah membayar "lebih dari setengah" harga yang telah disepakati.

Amerika Serikat telah mendorong Perancis untuk menghentikan penjualan itu. Desakan tersebut terkait dengan apa yang mereka katakan sebagai "agresi" Presiden Rusia, Vladimir Putin, terhadap Ukraina.

Departemen Luar Negeri AS menyatakan, "keprihatinan" dan masalah itu dibahas dalam pertemuan Fabius dengan Menlu AS John Kerry pada Selasa.

Menlu Perancis itu mengatakan, Kerry belum secara resmi meminta Paris membatalkan kontrak militer itu, dan ia mengulangi bahwa "keputusan akhir akan dibuat pada Oktober mendatang." "Pada saat itu kami akan melihat apa yang menjadi konteks legal keputusan tersebut," katanya.

Dia menyatakan, penjualan bisa secara hipotetis dihentikan jika sanksi internasional baru dikenakan pada Rusia terkait aksinya di Ukraina, khususnya selama pemilu pada 25 Mei mendatang. 


"Jika hambatan tersebut membuat pemilu jadi tidak mungkin, pada saat itu kami bisa mempertimbangkan tingkat (sanksi) yang lebih tinggi yang jelas bisa menyangkut sejumlah hal, seperti bidang energi, keuangan, atau pertahanan," kata Fabius.

Sumber : Kompas

No comments:

Post a Comment